Menuju konten utama

Korban Gempa Sulteng Terpaksa Mengemis Karena Bantuan Belum Datang

Korban gempa merasa bantuan tidak maksimal, tapi pemerintah berdalih terkendala infrastruktur rusak dan lokasi posko yang tersebar.

Korban Gempa Sulteng Terpaksa Mengemis Karena Bantuan Belum Datang
Sejumlah korban gempa bumi dan tsunami menunggu untuk mendapatkan bantuan di salah satu Posko di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (7/10). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc/18.

tirto.id - Lumpur mulai mengering ketika saya melintasi Jalan Trans Sulawesi, tepat di Kelurahan Loly Salura, Kabupaten Donggala, Rabu (3/10/2018) pekan lalu. Di sepanjang jalan hingga memasuki area perkantoran Bupati Donggala, orang-orang menjulurkan kardus kosong sebagai wadah buat meminta sumbangan. Tenda-tenda pengungsian bertebaran yang tulisannya bernada sama: "kami butuh bantuan."

Tenda pengungsian itu berjejer berdiri di sepanjang Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, hingga Kabupaten Donggala.

Mereka terpaksa mengemis sumbangan karena belum menerima sepeser pun bantuan baik dari pemerintah pusat atau daerah, padahal gempa dan tsunami sudah berlalu lima hari. "Kalau kami tidak turun, kami tidak dapat bantuan," ujar Yunus El Malilu.

Yunus adalah salah seorang korban gempa. Ia terpaksa turun dari perbukitan dan memboyong keluarganya ke tepi Jalan Trans Sulawesi, tak jauh dari rumahnya yang hilang diterjang tsunami. Di sana, ia mendirikan tenda dengan alat seadanya.

"Kalau enggak begini, kami tidak makan," ia mengeluh lagi.

Kondisi lebih parah dialami warga di Desa Lolu, Kabupaten Sigi. Para korban belum mendapatkan bantuan dari pemerintah, setelah seminggu desa mereka porak-poranda dilumat tanah yang mencair—para ahli menamakannya likuifaksi. "Sampai saat ini bantuan belum juga ada," ujar Muhammad Hanafi, Jumat (5/10/2018) pekan lalu.

"Kalau pun ada, itu dari para relawan,” katanya.

Apa yang dialami Hanafi dan Yunus juga saya temukan di beberapa tempat pengungsian. Mereka harus bertahan dalam kondisi kelaparan dan kehausan.

Paling parah terjadi di tempat pengungsian Taman Vatulemo, Kota Palu. Di pengungsian ini, yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari rumah dinas Wali Kota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah, korban baru menerima bantuan ketika Presiden Joko Widodo datang melongok dua hari setelah kejadian.

"Itu pun saya tidak dapat," kata Nuraida.

Pada Selasa (2/10/2018) pekan lalu, Nuraida meminta saya memberitakan keluhan korban yang mengungsi di Taman Vatulemo. Ia mengatakan, selain bantuan makanan dan minuman yang belum merata, para korban juga membutuhkan tenda dan selimut. "Khususnya untuk perempuan, kami juga perlu pembalut," katanya.

Gagap Tanggap Darurat

Penanganan bencana gempa dan tsunami yang terjadi di tiga tempat di Sulawesi Tengah sejak awal memang bermasalah, lantaran buruknya koordinasi pemerintah setempat dengan pemerintah pusat.

Buntutnya, penjarahan minimarket dan stasiun pengisian bahan bakar masif terjadi di beberapa tempat di Palu, Sigi, dan Donggala.

Hingga hari ketiga pasca-gempa dan tsunami, makanan dan minuman menjadi barang paling sulit diperoleh korban. Kondisi serupa nyaris dialami relawan yang ikut mengevakuasi. Mereka ikut kelaparan dan kehausan, tapi harus tetap bekerja dengan logistik seadanya.

Longki Djonggala, Gubernur Sulawesi Tengah, membantah tuduhan jajarannya tak berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

"Bukan tidak ada koordinasi, tapi sudah ada timnya. Kalau lihat orang per orang memang tidak kelihatan," kata Longki menjawab pertanyaan Tirto.

Infografik CI Bangsa tidak sadar bencana

Adi Karyono, Penanggung Jawab Media Center Kementerian Sosial Bidang Penanganan Gempa Tsunami Palu-Donggala, juga membantah tidak ada koordinasi antara pusat dan daerah. Menurut dia, dalam menyalurkan bantuan, Kemensos bekerja berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Kalau Kemensos mengutamakan yang besar [daerah pengungsi paling banyak]," ujar Adi kepada Tirto melalui sambungan telepon, Minggu (7/10/2018) kemarin.

Ia mengaku, selain BNPB, Kemensos juga berkoordinasi dengan pemerintah setempat melalui Dinas Sosial.

Adi mengklaim, belum meratanya pemberian bantuan kepada para korban hingga saat ini disebabkan infrastruktur yang rusak dan kendaraan pembawa bantuan yang terbatas. Hingga kemarin, Adi berujar, Kemensos masih terus mengupayakan seluruh pengungsi mendapatkan penanganan dengan maksimal.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB menanggapi kritik dengan mengatakan bahwa lokasi pengungsian yang berdiri hingga ke pelosok memang sulit dijangkau dengan akses yang tersedia sekarang.

“Di Kota Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Mutong, belum semuanya mendapatkan bantuan secara merata. Karena akses ke sana ada keterbatasan,” terang dia.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arbi Sumandoyo & Adi Briantika
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Rio Apinino