Menuju konten utama

Kontroversi Selimuti Keperkasaan RI di Pasar Kayu Manis Global

Meski sarat manfaat kayu manis Indonesia diterpa isu mengandung senyawa berbahaya. Hal ini membatasi pergerakan ekspor di pasar global.

Kontroversi Selimuti Keperkasaan RI di Pasar Kayu Manis Global
Header Insider Pasar kayu Manis. tirto.id/Fuad

tirto.id - Kayu manis bukan bumbu masak biasa. Ia adalah rempah legendaris yang tenar sejak dulu kala. Rasa dan aromanya abadi, begitu pula dengan nilai ekonominya. Di era perdagangan modern saat ini, kayu manis menjadi komoditas ekspor andalan bagi sejumlah negara. Termasuk Indonesia.

Menurut Ranjith Senaratne dan Ranjith Pathirana pada buku berjudul Cinnamon: Botany, Agronomy, Chemistry and Industrial Applications (2021), sejarah pemanfaatan kayu manis bermula jauh ke belakang, sekitar 2800 SM. Rempah ini telah menemani peradaban umat manusia dari masa ke masa. Bahkan, namanya juga tercantum dalam Alkitab.

Orang Mesir kuno menggunakan kayu manis sebagai bahan mumifikasi karena wangi dan punya kandungan antibakteri. Sedangkan orang Romawi mengolahnya jadi parfum. Kayu manis semakin populer lantaran ampuh untuk mengawetkan daging. Bermacam khasiat inilah yang dulu mendorong bangsa Eropa berlayar menjelajahi dunia.

Sebelum perburuan rempah dilakukan orang-orang Eropa pada abad ke-15, pasar kayu manis dikuasai oleh para saudagar Arab yang sengaja merahasiakan di mana tumbuhan ini berasal. Mereka ingin terus memonopoli perdagangannya. Kejayaan mereka berakhir setelah Portugis tiba dan mulai menjajah Ceylon pada awal abad ke-16.

Ceylon atau Seylan – orang Arab menyebutnya Saheelan – adalah nama pulau seluas 65,6 ribu kilometer persegi di sisi tenggara wilayah selatan India. Pulau ini merupakan habitat delapan spesies kayu manis endemik, surganya rempah yang dicari Eropa. Masa penjajahan Portugis berakhir setelah Belanda merebut Ceylon pada pertengahan abad ke-17.

Belanda berkuasa selama lebih 100 tahun. Pada 1796, giliran Inggris datang mengambil alih. Masa penjajahan terus berlangsung sampai Ceylon merdeka pada 1948. Selang dua dekade, mereka berganti nama jadi Sri Lanka. Negara inilah kompetitor utama Indonesia di kancah perdagangan kayu manis global selain Tiongkok dan Vietnam.

Berdasarkan Statistik Perkebunan Non Unggulan Nasional 2020-2022, luas areal tanaman kayu manis di Indonesia mencapai 87,1 ribu hektare pada 2022. Luasnya menyusut lebih 10 ribu hektare dari 2016. Walau areal berkurang, produktivitas meningkat dari 1,2 ton per hektare menjadi 1,8 ton per hektare pada 2022.

Serupa Tapi Tak Sama

Meski disebut kayu manis, rempah ini tidak sepenuhnya manis. Ia juga menawarkan rasa pedas dan sedikit pahit. Nyaris seluruh bagian pohonnya bisa dimanfaatkan, terutama kulit. Karena aroma dan kandungannya, kayu manis dimanfaatkan industri parfum serta farmasi.

Di sisi lain, banyak yang mengira semua kayu manis itu sama. Padahal terdapat lebih 250 spesies aromatik genus Cinnamomum dari famili Lauraceae.

Spesies kayu manis asal Sri Langka bernama latin Cinnamomum zeylanicum Blume. Sedangkan Indonesia, Tiongkok dan Vietnam masing-masing terkenal dengan spesies Cinnamomum burmannii Blume, Cinnamomum loureiroi Nees dan Cinnamomum aromaticum Nees. Selain rasa, perbedaan juga terdapat pada warna dan tekstur kulit.

Kayu manis Sri Lanka punya banyak julukan, mulai dari Ceylon cinnamon hingga True cinnamon atau kayu manis sejati. Sementara kayu manis Indonesia, Tiongkok dan Vietnam tergolong Cassia yang juga dikenal dengan nama Chinese cinnamon.

Kayu manis asal Sri Lanka diklaim memiliki kualitas lebih baik ketimbang Cassia yang berasal dari Indonesia, Tiongkok dan Vietnam. Meski berbeda, kedua spesies ini sama-sama diperdagangkan dengan nama kayu manis.

Menurut Lalith Suriyagoda dkk dalam studi berjudul Ceylon Cinnamon: Much More Than Just a Spice (2021), penyamaan kayu manis Ceylon dan Cassia di pasar global sangat merugikan Sri Lanka. Pasalnnya, produk Ceylon diperdagangkan dengan harga lebih tinggi karena memiliki kandungan dan kualitas yang unggul dari Cassia.

Kayu manis Ceylon relatif mahal karena komposisinya sudah terbukti berkhasiat untuk kesehatan. Spesies ini juga diklaim memiliki tingkat senyawa kimia beracun yang sangat rendah ketimbang Cassia. Tapi berkat harga lebih murah, importir akhirnya beralih ke Cassia yang dianggap sama dengan Ceylon.

Buntut Penyamaan Label

Penyamaan label otomatis menguntungkan negara-negara eksportir Cassia. Menurut Achini M. De Silva dan Mohamed Esham dalam penelitian berjudul Ceylon Cinnamon Production and Markets (2021), Indonesia telah berkontribusi signifikan mengikis pangsa pasar kayu manis Sri Lanka sejak beberapa tahun terakhir.

Selain didukung harga yang lebih murah, Cassia juga tetap laris dan menjadi pesaing terkuat kayu manis Ceylon meski pernah diterpa isu miring. Kabarnya, kayu manis jenis Cassia mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia bila dikonsumsi rutin. Senyawa yang dimaksud tak lain adalah kumarin.

Melalui penelitian berjudul Cassia Cinnamon as a Source of Coumarin in Cinnamon-Flavored Food and Food Supplements in the United States (2013), Yan-Hong Wang menganalisa kandungan kumarin dalam sejumlah sampel kayu manis di Amerika Serikat (AS). Hasilnya, senyawa yang terkandung dalam Cassia terbukti jauh lebih banyak ketimbang Ceylon.

Kumarin atau coumarin dianggap berbahaya karena berpotensi memicu kerusakan organ hati dan bermacam penyakit. Dalam penelitian ini, ia terdeteksi di semua sampel kayu manis serta beraneka produk makanan dan suplemen di AS. Profil kimiawi menunjukkan bahwa sampel tersebut berspesies Cinnamomum burmannii, tipe kayu manis di Indonesia.

Bukan cuma di AS, kandungan kumarin pada Cassia cinnamon asal Indonesia juga sempat dipersoalkan sejumlah negara di Eropa, seperti Italia dan Jerman. Meskipun diterpa isu miring, kinerja ekspor kayu manis masih relatif stabil. Ibu Pertiwi juga masih terdaftar sebagai top eksportir kayu manis di dunia.

Merujuk data Observatory of Economic Complexity (OEC), Vietnam menjadi pengekspor terbanyak pada 2021 dengan nilai USD270 juta. Disusul Sri Lanka senilai USD175 juta, Indonesia USD172 juta dan Tiongkok USD162 juta.

Pada periode yang sama, AS merupakan importir kayu manis terbesar di dunia dengan nilai USD188 juta. Di peringkat kedua ada India senilai USD111 juta, Vietnam USD56,8 juta, Meksiko USD53,7 juta dan Bangladesh USD34,1 juta.

Lebih lanjut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor kayu manis Indonesia hingga Agustus 2023 tercatat USD67,1 juta. Dalam satu dekade terakhir, nilainya berfluktuasi dari USD94,1 juta hingga USD160,6 juta. Sepanjang tahun ini, tercatat ada 60 negara tujuan ekspor. Seperti sebelum-sebelumnya, AS merupakan pangsa terbesar.

Terdapat tiga golongan komoditas kayu manis Indonesia yang diekspor ke luar negeri. Satu di antaranya Cinnamon Neither Crushed nor Ground atau Kayu Manis Tidak Dihancurkan atau Digiling. Yang jadi perhatian, golongan dengan Kode HS 09061100 ini tertulis Cinnamomum zeylanicum Blume yang tak lain spesies kayu manis endemik Sri Lanka.

Yang Perlu Dilakukan Indonesia

Mengacu penelitian Pasupuleti Visweswara Rao yang berjudul Cinnamon: A Multifaceted Medicinal Plant (2014), baik kayu manis Ceylon (Cinnamomum zeylanicum) maupun Cassia (Cinnamomum burmannii, Cinnamomum loureiroi dan Cinnamomum aromaticum) sama-sama memiliki prospek farmakologis bagi kehidupan sehari-hari.

Keduanya mengandung minyak esensial dan turunannya seperti sinamaldehid dan asam sinamat. Rempah ini berguna sebagai antioksidan, antidiabetes serta mencegah Parkinson dan alzheimer. Namun butuh bukti klinis tambahan tentang kegunaannya untuk melawan kanker, gangguan inflamasi, kardioprotektif, dan neurologis.

Penelitian di atas selaras dengan studi Bandar E. Al-Dhubiab yang berjudul Pharmaceutical Applications and Phytochemical Profile of Cinnamomum burmannii (2012). Menurutnya, kayu manis Indonesia memiliki sifat antibakteri, antijamur, antioksidan, antitrombotik, antiinflamasi, antitumor dan menghambat pembentukan plak gigi.

Terlepas dari kontroversinya – penyamaan label dengan Ceylon cinnamon maupun dampak terhadap kesehatan, produk kayu manis asal Indonesia terbukti mempunyai daya saing tinggi di pasar AS dan sejumlah negara di Eropa. Untuk jenis kayu manis Cassia, Vietnam merupakan kompetitor utama negara kita.

Hasil penelitian Dian Indri Annisa berjudul Analisis Permintaan Bubuk Kayu Manis Indonesia di Pasar Dunia (2021) menunjukkan bahwa Indonesia menggenggam 64,63% market share kayu manis di AS, sedangkan Vietnam memiliki 21,33%. Begitu pula di Jerman, kita mengungguli mereka dengan pangsa masing-masing 24,72% dan 3,99%.

Tapi sebaliknya di Kanada. Di sini, Vietnam memiliki pangsa ekspor lebih besar daripada Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, market share mereka tercatat sebesar 23,23%, sementara kita 22,61%. Permintaan produk kayu manis Indonesia oleh ketiga pasar tersebut bersifat inelastis dan saling bersubstitusi dengan Vietnam.

Agar terus berdaya saing, Indonesia harus menaikkan mutu produk dan menjalin kerja sama bilateral. Dalam penelitian lain berjudul Revealed Comparative Advantage and Constant Market Share Analysis of Indonesian Cinnamon in the World Market (2021), Evi Thelia Sari menyarankan perluasan pangsa sehingga RI tidak bergantung pada AS.

Baca juga artikel terkait INSIDER atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas