Menuju konten utama

Kontras: Setahun Terakhir, 54 Kasus Penyiksaan Didominasi Polisi

Polisi menjadi aktor dominan pelaku tindak penyiksaan dengan 34 peristiwa, dilanjutkan dengan TNI (10), Sipir (8), dan petugas imigrasi (2).

Kontras: Setahun Terakhir, 54 Kasus Penyiksaan Didominasi Polisi
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Banyumas, melakukan aksi teatrikal mengecam penembakan dan kekerasan aparat yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, di Simpang dr. Angka Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (27/9/2019). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.

tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kembali merilis laporan terkait situasi dan kondisi praktik penyiksaan di Indonesia selama setahun terakhir.

Dari temuan mereka, setidaknya ditemukan 54 kasus penyiksaan, perlakuan atau penghukuman kejam tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia sepanjang Juni 2022-Mei 2023.

Wakil Koordinator Kontras Andi Muhammad Rezaldy mengatakan angka yang muncul tersebut, tidak menutup kemungkinan ada kasus yang lebih banyak.

"Dalam berbagai kasus, kepolisian menjadi aktor dominan pelaku tindak penyiksaan dengan 34 peristiwa, dilanjutkan dengan TNI (10), Sipir (8), dan dilakukan oleh petugas imigrasi (2). Berdasar 54 peristiwa itu mengakibatkan 68 orang luka-luka dan 18 tewas," katanya pada Selasa, (27/6/2023).

Dia mengungkapkan, faktor tindak kekerasan dan penyiksaan yang masih dinormalisasi oleh aparat penegak hukum. Tak hanya itu, penyiksaan sebagai hal yang lumrah dan ditoleransi. Bahkan tidak adanya penegakan hukum secara berkeadilan yang mengakibatkan banyaknya pelaku dapat melenggang dalam orkestra impunitas.

Selain itu, kata Andi, pengawasan yang minim terhadap institusi yang memiliki kewenangan dan diskresi yang besar, regulasi belum memadai bagi korban dalam menagih pertanggungjawaban pelaku. Terlebih, katanya, korban seringkali mendapatkan intimidasi ketika hendak menuntut hak-hak.

Oleh karena itu, Kontras memberi empat rekomendasi. Pertama dalam rangka pemajuan regulasi, kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan seperti Kemenkumham dan DPR RI untuk segera melakukan pembahasan Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) agar segera diratifikasi oleh Indonesia.

Kedua guna pencegahan efektif terhadap penyiksaan, institusi yang menjadi pelaku dominan seperti Polri, TNI, Lembaga Pemasyarakatan dan petugas Imigrasi harus meningkatkan serta menyusun langkah preventif dan antisipatif dalam rangka menurunkan angka penyiksaan di lembaga masing-masing.

Ketiga, seluruh lembaga yang mendapati anggotanya menyiksa, harus menjalankan penegakan hukum yang berkeadilan bagi korban. Praktik kekerasan dalam institusi harus dibuka secara transparan tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Keempat, pemerintah harus segera mendorong pembentukan berbagai macam instrumen hukum anti penyiksaan, seperti halnya pengakuan right to remain silent dan non-self incrimination, konsep exclusionary rules of evidence.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN POLRI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat