tirto.id - Mahkamah Agung (MA) akan mengumumkan hasil seleksi kandidat hakim hak asasi manusia (HAM). Mereka akan memilih 12 dari 33 kandidat hakim. Namun kualitas kandidat diragukan pegiat HAM seperti KontraS.
Peneliti KontraS, Tioria Pretty menilai, ada 31 dari 33 kandidat hakim tidak layak menjadi hakim HAM. Padahal, MA mencari hakim setidaknya 12 kandidat. “MA nyari 12 calon hakim, sementara menurut kami yang benar, yang cukup itu setidaknya cuma 2," kata Pretty saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Pretty mengatakan, temuan tersebut berdasarkan hasil pemantauan langsung KontraS saat proses seleksi. Mereka melihat kandidat yang ikut seleksi kacau karena tidak memahami teknik persidangan. Sebagai contoh banyak hakim yang tidak tahu perbedaan pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana.
Apabila diskor, kata Pretty, hanya dua hakim yang tidak berstatus merah. "Cuma dua yang nilainya nggak merah, satu hijau, satu lagi kuning lah. Cukup," kata Pretty.
Pretty mengaku, KontraS sudah menyarankan agar pansel menyeleksi ulang hakim HAM. Ia menyarankan juga agar penyidikan kasus Paniai yang akan menjadi proses hukum pertama hakim HAM ini bisa diulang. Dengan demikian, proses penegakan HAM tidak mengarah pada impunitas seperti kasus sebelumnya, yakni putusan kasus HAM berat Abepura atau Tanjung Priok yang berakhir para terdakwa bebas.
Di sisi lain, KontraS juga melihat ada beberapa anggota punya konflik kepentingan. Mereka pun sudah menyampaikan catatan hakim kepada pansel maupun MA.
“Kami juga sudah nyampein ini sama MA dan pansel bahwa kita nggak merekomendasikan mereka memilih calon hakim yang punya latar belakang TNI karena dari 33 itu masih ada yang purnawirawan. Kami menyarankan itu karena potensi konflik kepentingan karena tersangkanya juga kan adalah purnawirawan TNI," kata Pretty.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi menuturkan, MA akan mengumumkan hasil seleksi hakim HAM, Jumat (22/7/2022). Ia mengaku tim seleksi sudah menggelar rapat untuk menentukan 12 orang yang akan menjadi hakim HAM.
“Kami rencana merekrut 12 orang," kata Sobandi dalam keterangannya.
Sobandi mengaku hakim adhoc HAM sudah diseleksi secara ketat. Mereka juga sudah meminta aspirasi publik, termasuk lembaga swadaya KontraS dalam upaya mencari kandidat hakim adhoc HAM berat. Ia pun tidak memungkiri bahwa hakim HAM berat yang terpilih akan menangani kasus Paniai.
"Hakim ad hoc yang akan terpilih akan mengadili perkara HAM berat lainnya juga setelah perkara Paniai jika ada pelimpahan perkara HAM berat dari Kejaksaan," kata Sobandi.
Ia menegaskan bahwa hakim yang dipilih tidak akan ada konflik kepentingan, termasuk soal kehadiran kandidat hakim yang merupakan purnawirawan TNI. Ia juga menegaskan bahwa hakim yang nanti bertugas khusus kasus Paniai akan diupayakan tidak berkonflik kepentingan.
“Ini salah satu aspek yang telah menjadi perhatian pansel sejak rapat pertama, untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan dari calon hakim ad hoc atas kasus yang akan disidangkan di PN Makassar. Jika dilihat dari calon yang lolos sampai dengan seleksi PA dan wawancara tidak ada calon dengan latar belakang TNI aktif," tutur Sobandi.
Sobandi juga meminta publik untuk tidak meragukan kinerja hasil seleksi pansel. Hal itu menjawab soal kandidat hakim yang layak hanya dua. Ia menilai tidak perlu ada seleksi ulang karena kandidat hakim yang dipilih sudah baik dan melibatkan berbagai pihak.
“Kita lihat besok saja. Percaya saja dengan pansel yang melakukan seleksi, tidak hanya internal MA melainkan melibatkan ahli dari luar juga," kata Sobandi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz