Menuju konten utama

Konsumen Tak Dilindungi, BPKN Usul Bisnis Digital Disetop Sementara

BPKN mengusulkan aktivitas sejumlah bisnis digital dihentikan sementara karena belum ada regulasi yang tegas melindungi para konsumennya. 

Konsumen Tak Dilindungi, BPKN Usul Bisnis Digital Disetop Sementara
Logo BPKN. Image/ bpkn.go.id

tirto.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengusulkan agar pemerintah menyetop sementara aktivitas sejumlah bisnis digital. Alasannya, belum ada regulasi yang jelas menjamin perlindungan bagi konsumen layanan bisnis-bisnis online tersebut.

Koordinator Komisi III Advokasi BPKN, Rizal E Halim menilai regulasi pemerintah masih tertinggal jauh dari perkembangan pesat bisnis digital.

Akibatnya, kata dia, belum ada jaminan perlindungan yang jelas bagi konsumen e-Commerce, Fintech Peer to Peer (P2P) Lending, transportasi online, hingga pembayaran elektronik.

"Kami meminta otoritas terkait menghentikan sementara [...], sampai ada regulasi yang jelas. Kalau ada insiden terjadi ditipu ini-itu, siapa yang bertanggung jawab harus jelas," kata Rizal. "Sampai ada yang mengambil tanggung jawab itu, industri itu sebaiknya tidak boleh bekerja."

Rizal menyatakan hal itu dalam konferensi pers BPKN bertajuk "Ketahanan Perlindungan Konsumen Masih Rawan" di Kantor Kemendag, Jakarta pada Senin (8/4/2019).

Usulan itu muncul karena BPKN selama ini masih menemukan kasus-kasus yang merugikan konsumen dalam transaksi di e-Commerce. Misalnya, kasus produk tak sesuai dengan yang ditawarkan hingga proses pengembalian uang yang lamban dan menyulitkan konsumen.

Sementara di sektor pinjaman online, menurut Rizal, lembaga yang berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya bertanggung jawab menangani kasus terkait Fintech P2P Lending berizin.

Padahal, dia mencatat, dari sekitar 99 fintech yang terdaftar di OJK, hanya lima di antaranya berstatus sebagai penyedia pinjaman online. Sementara berdasarkan pemantauan BPKN, jumlah Fintech Lending ilegal yang beroperasi di Indonesia mencapai 600-an.

Akibatnya, Rizal melanjutkan, pemerintah seolah-olah hanya dapat mengimbau ketimbang melakukan tindakan tegas untuk mencegah korban layanan pinjaman online terus bermunculan.

“P2P Lending yang ilegal siapa yang bertanggung jawab?” Kata Rizal.

Adapun di sektor transportasi online, Rizal mempertanyakan jaminan perlindungan terhadap konsumen atas kejadian perampokan hingga kecelakaan lalu lintas.

“Kalau ojol [ojek online] ada kecelakaan, [atau] perampokan siapa yang bertanggung jawab?” Ujar dia.

Ia menambahkan perkembangan layanan pembayaran elektronik (dompet digital) juga memicu potensi pelanggaran hak konsumen. Salah satunya, kata dia, adalah ketika pembayaran dengan dompet digital diterapkan sebagai satu-satunya metode pembayaran untuk sebuah layanan.

“Apakah itu bisa dibenarkan? Ya enggak boleh. Kan ada hak konsumen untuk memilih. Kalau anda paksakan itu melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 karena konsumen tidak diberi pilihan,” ucap Rizal.

Baca juga artikel terkait PERLINDUNGAN KONSUMEN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom