tirto.id - Sejarah komunisme di Kerala adalah sejarah perlawanan terhadap kolonialisme.
Pemberontakan terhadap Inggris pada tahun 1920 dan 1930-an digerakkan oleh para petani dan buruh di distrik Malabar, Kerajaan Cochin, dan Kerajaan Travancore—tiga wilayah yang nantinya membentuk negara bagian Kerala di ujung selatan India, demikian papar E. Balakrishnan dalam bukunya History of the Communist Movement in Kerala.
Pada 1934, kelompok anti-kolonial kiri, didukung kelompok muslim di Malabar, mengorganisir Partai Sosialis Kongres dengan C.K. Govindan Nair sebagai ketua pertama. Tiga tahun kemudian, kaum komunis mendirikan Partai Komunis India (CPI) cabang Kerala.
Namun, di era Perang Dunia II, kaum komunis dikeluarkan dari Partai Sosialis Kongres karena dianggap mengganggu aktivitas internal partai. Di masa yang sama, kelompok nasionalis yang berada di Kongres Nasional India (INC) juga kian mengencangkan pergerakan politiknya.
CPI Kerala punya dukungan besar di akar rumput dan turut menyumbang andil dalam perjuangan memerdekakan India hingga proklamasinya dikumandangkan pada 15 Agustus 1947. Pada 1957, CPI menang pemilihan umum negara bagian dan mengangkat sekjennya, E. M. S. Namboodiripad, sebagai menteri utama pertama Kerala. Ini adalah pertama kalinya partai oposisi (non-Kongres Nasional India) berkuasa. Beritanya pun jadi perhatian Washington serta Moskow.
Pada 1964, akibat perselisihan antara Cina dan Uni Soviet, sebuah faksi sayap kiri di tubuh CPI memutuskan keluar dan membentuk Partai Komunis India (Marxis) atau CPI (M). Namboodiripad adalah salah satu penggagasnya.
Meski berpisah, CPI dan CPI (M) tetap menjalin koalisi mesra. Bersama partai kecil lain (sebagian kiri, ada pula yang nasionalis), keduanya membentuk Front Demokratik Kiri (LDF) dan menjadi platform politik terkuat Kerala hingga hari ini. Saingan utamanya tetap dari kalangan nasionalis dan agamis (INC, Liga Muslim India, dll) yang membentuk Front Demokratik Bersatu.
Selama 12 kali pemilu (1957-2016), kelompok kiri masih mendapat lebih banyak kursi menteri utama dibanding kelompok nasionalis-agamis.
Partai komunis di Kerala tergolong unik karena bergantung pada dukungan rakyat secara demokratis untuk tetap berkuasa. CPI atau CPI (M) tak menghancurkan partai-partai berideologi selain komunis. Pemilu yang adil dan transparan diselenggarakan secara berkala, dan partai-partai berhaluan nasionalis, agama, sosialis, dan lain-lain tetap bisa berpartisipasi di dalamnya.
Parlemen selalu menyediakan kursi untuk mereka yang bertindak sebagai oposisi. Termasuk untuk LDF ketika mereka kalah pemilu.
Pemimpin partai seperti Namboodiripad tidak menyukai gagasan menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaan. Ia tahu kebijakan tersebut akan membuat citra CPI menjadi buruk, baik di Kerala maupun di panggung global. Sikap militeristis tak hanya akan melahirkan rezim bengis, tapi juga mempersulit usaha reformasi radikal di bidang agraria, industri, administrasi, kesehatan, dan pendidikan.
'Model Kerala' demi Indeks Pembangunan Manusia
C. Achutha Menon adalah Menteri Utama Kerala keempat dan satu-satunya yang menjabat selama dua periode (1 November 1969-1 Agustus 1970 dan 4 Oktober 1970-25 Maret 1977). Menon membangun fondasi kemajuan yang dicapai Kerala pada hari ini. Pada 1971, ia mengarahkan profesor ekonomi Kakkadan Nandanath Raj untuk mendirikan Pusat Studi Pembangunan di Kota Thiruvananthapuram.
Raj, dibantu PBB, membuat sejumlah rekomendasi yang menjadi cikal bakal Model Kerala. Model Kerala adalah sebuah strategi pembangunan jangka panjang yang menekankan pada pertumbuhan sumber daya manusia berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), bukan Produk Domestik Bruto (GDP) sebagaimana dijalankan di negara bagian India lain.
Baca juga: Gelombang Bunuh Diri Petani Guncang India
Raj juga bekerja sama dengan Amartya Sen, ahli ekonomi pembangunan yang legendaris, untuk merumuskan model pembangunan yang jadi perbincangan hingga ke luar India itu.
Visi dari Model Kerala adalah pertumbuhan yang setara. Fokusnya ada pada empat elemen utama, yakni reformasi agraria dan industri, pengentasan kemiskinan, perluasan akses pendidikan dan kesehatan, serta peningkatan kesejahteraan ibu dan anak.
Model Kerala dipandang analis politik sebagai buah dari kebijakan yang bersifat sosial-demokrat, serupa dengan kebijakan di Eropa, terutama di negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Swedia, Denmark, dan lainnya. Kerala dinilai unik sebab berada jauh di pojok negara dunia ketiga, dan beberapa tahun usai penerapannya pada 1970-an, masyarakat Kerala menuai dampak positif di banyak bidang kehidupan.
Kenyang Prestasi di Tingkat Nasional
Di bidang kesehatan, Kerala memiliki jumlah tempat tidur pasien terbanyak di India (330 per 100.000 orang). Semua ibu diajarkan untuk menyusui bayinya ASI hingga tuntas dan pemerintah Kerala mendanai program nutrisi untuk ibu hamil. Dampaknya, tingkat kematian bayi Kerala pada 2011 adalah 12 per 1.000 orang, salah satu yang terendah di India. Bandingkan juga dengan angka 91 per 1000 orang untuk total kematian bayi di negara-negara berkembang di dunia.
Jika dibandingkan dengan India secara keseluruhan, Kerala unggul dalam kesehatan ibu, anak, dan pasangan. Pada 2009, rasio kematian ibu akibat melahirkan berada di angka 40 per kelahiran, sementara India 301. Tingkat perlindungan kesehatan pasangan mencapai 63,3 persen, sementara India 52 persen.
Angka harapan hidup saat lahir untuk bayi laki-laki dan perempuan juga tinggi, yakni 71,4 dan 76,3 persen, sedangkan India 62,6 dan 64,2 persen. Secara keseluruhan, harapan hidup usai lahir bayi laki dan perempuan di Kerala mencapai 74 persen, sedangkan India hanya 63,5 persen.
Baca juga:Pria dari Kasta Terendah Jadi Presiden Baru India
Kerala punya reputasi sebagai negara bagian terbersih dan tersehat di India. Pada 2014, harapan hidup warganya mencapai 74 tahun atau jadi yang tertinggi di India. Harapan hidup masyarakat India secara keseluruhan lebih rendah, yakni 64 tahun. Harapan hidup perempuan di Kerala juga melebihi harapan hidup pria, kondisi yang lazimnya ditemukan di negara-negara maju.
Tak seperti negara bagian India lain yang punya persoalan ledakan penduduk terutama di kota-kota besar, Model Kerala membuat tingkat kelahiran warganya 40 persen lebih rendah dibanding rerata nasional atau 60 persen di bawah rerata negara-negara pendapatan rendah. Efek positif lain: rasio seks Kerala tertinggi di India, yakni 1.084 perempuan per 1.000 pria.
Kerala juara dalam bidang literasi. Akibat akses pendidikan yang dibuka selebar-lebarnya, jumlah warga Kerala yang melek huruf tumbuh pesat dari angka rata-rata 47,18 persen (laki-laki 58,35 persen, perempuan 36,43 persen) di tahun 1951 menjadi 94,59 persen (laki-laki 97,1 persen, perempuan 92,12 persen) di tahun 2011. Prestasi ini jadi yang tertinggi di India. Secara nasional, tingkat melek huruf di India di tahun yang sama masih di kisaran angka 74 persen atau di bawah angka melek huruf rata-rata dunia yakni 86,3 persen.
Dengan kata lain, pemerintah Kerala sukses menjadikan warganya punya sumber daya yang bermutu. Indeks Pembangunan Manusia Kerala adalah yang terbaik di India, yang pada tahun 2015 mencatatkan skor 0,712.
Meski tak terlalu fokus pada pertumbuhan PDB, ekonomi Kerala mencatat perkembangan baik di sektor jasa, industri, dan agraria. Karena lebih fokus ke pemerataan ekonomi, lazim jika tak terlihat perbedaan mencolok antara suasana urban kota dan agrarisnya desa. Karena perekonomiannya tidak dipusatkan ke kota, tingkat kemiskinan di pedesaan turun dari angka 59 persen pada periode 1970-1971 menjadi 12 persen untuk periode 1999-2010.
Pendapatan warganya tercatat lebih rendah dibanding negara bagian lain, tapi ini adalah konsekuensi logis dari konsep pemerataan ekonomi. Tak terlihat jurang ekonomi yang dalam antara si kaya dan si miskin di Kerala. Stereotip wilayah komunis pasti dilanda kelaparan juga tak terjadi di Kerala. Bahkan, Kerala adalah satu dari empat negara bagian India dengan tingkat kelaparan terendah dengan skor 17,66. Bandingkan dengan rerata nasional yang mencapai 23,31. Dan karena terjadi pemerataan ekonomi, pada 2011 Kerala adalah negara bagian dengan jumlah tunawisma terendah (0,04 persen).
Komunisme Gaya Baru
Komunisme disebut-sebut telah mati di banyak negara. Cina, contohnya, maju karena mempraktikkan kapitalisme dalam komando negara atau kapitalisme-negara. Jika diperinci lagi, kematian komunisme yang dimaksud oleh para ahli ekonomi adalah komunisme abad ke-20 yang kelewat birokratis, otoriter, dan militeristis.
Korea Utara, misalnya, yang pada akhirnya gagal menyejahterakan warganya, juga nihil ruh demokrasi. Di sisi lain, ruh komunisme yang dibawa Kerala lebih mirip semangat komunalisme akar rumput di abad ke-19 dalam bentuk aksi massa.
Tingginya tingkat literasi di Kerala menjadikan warga tak hanya melek huruf, tapi juga melek politik. Baik kelompok kiri, nasionalis, agamis, maupun faksi politik lain tumbuh besar bukan dari atas (elite), namun dari dukungan orang-orang di bawah.
Politik adalah makanan sehari-hari warga Kerala. Mereka menganggap partisipasi politik itu penting, tak seperti kelakuan kelas menengah yang mudah apolitis dalam banyak situasi. Setidaknya demikian kesaksian antropolog Bill McKibben yang pernah riset dalam waktu lama di Kerala.
Demonstrasi adalah pemandangan yang lazim di jalanan kota-kota Kerala, baik untuk kampanye politik maupun menuntut hak atau perbaikan nasib. Di setiap alun-alun kota, partai politik memasang ikon mereka—patung E.M.S. Namboodiripad atau Indira Ghandi (ikon nasionalis), juga foto-foto besar tokoh kiri legendaris seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, Fidel Castro, dan lain sebagainya. Poster-poster perjuangan ditempel di bajaj hingga badan bus. Mural politik juga menghiasi dinding-dinding pinggir jalan besar.
Keputusan Namboodiripad dan petinggi parpol lain yang tak menjadikan komunisme sebagai ideologi kaku penting untuk membuat ekonomi Kerala berkembang hingga sekarang. Komunisme, dan prinsip-prinsip ala welfare state (negara kesejahteraan), sudah diletakkan sebagai fondasi negara bagian sejak 1960 hingga 1970-an.
Kaum nasionalis seperti yang jadi anggota Kongres Nasional India Kerala pun bercirikan tengah-kiri, alih-alih kanan atau kanan jauh. Hal ini memudahkan LDF maupun UDF dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat untuk Kerala—meski keduanya selalu jadi musuh bebuyutan.
Dengan demikian, alih-alih komunisme, Kerala lebih tepat mempraktikkan sosialisme-demokratik. Pemerintah Kerala tak anti dengan investasi asing, asal keuntungannya diprioritaskan untuk membangun kebijakan pro-rakyat. Baru beberapa hari dilantik, Menteri Utama Kerala dari CPI Pinarayi dan Menteri Perindustrian E. P. Jayaran pada akhir Mei 2016 menyatakan dukungannya pada privatisasi pembangunan jalur kereta api di wilayahnya, demikian laporan Times of India.
Ia juga mendorong agar perusahaan multinasional untuk berinvestasi lebih banyak datang ke Kerala. Pinarayi juga menawarkan semua dukungan kepada industri dan raksasa IT untuk membangun Sillicon Valley ala Kerala.
Pinarayi memang sedang ditarget untuk membuka satu juta lowongan pekerjaan baru sebagaimana ia janjikan dalam manifesto LDF. Pinarayi paham bahwa jalan untuk merealisasikannya adalah dengan membuka kesempatan bagi modal asing masuk Kerala.
Apa yang dilakukan Pinarayi dan partainya di Kerala adalah apa yang dilakukan oleh sosialis-demokrat di negara lain: berjuang untuk menyeimbangkan kapitalisme dan sosialisme, sistem di mana kesejahteraan rakyat sama pentingnya dengan pertumbuhan ekonomi. Satu-satunya justifikasi yang bisa digunakan LDF saat mendorong lebih banyak perusahaan multinasional dan modal swasta adalah kesejahteraan rakyat.
Karena yang diperjuangkan Indeks Pertumbuhan Manusia, pemerintahan bercirikan sosial-demokrat akan sukses jika warganya bahagia. Negara yang mempunyai Indeks Pembangunan Manusia tinggi seperti Kerala adalah negara-negara Eropa, terutama yang berada di kawasan Skandinavia. Negara-negara yang menerapkan prinsip sosial-demokrat. Tahun lalu, negara dengan Indeks Pembangunan Manusia tertinggi adalah Norwegia, dan tetangga-tetangganya ada di urutan 15 besar.
Komunisme di Kerala barangkali tinggal nama, tapi idealisme kiri masih dianggap relevan dan terus diperjuangkan oleh politikus dan warganya. Dulu, partai-partai komunis di Kerala dimulai dengan perlawanan terhadap kolonialisme. Kini, partai-partai komunis dengan "K" besar itu berusaha mewujudkan komunisme dengan "k" kecil: kesetaraan dan perlawanan terhadap kemiskinan.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani