tirto.id - Komnas HAM menemukan indikasi kelompok rentan tak maksimal difasilitasi untuk menggunakan hak pilih selama Pemilu 2019.
Menurut Komisioner Komnas HAM dan Ketua Tim Pemantauan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019, Hairiransyah, masyarakat adat tak bisa memilih. Di antaranya, karena e-KTP wilayah mereka tak masuk wilayah administrasi yang sah, hanya karena tinggal di wilayah hutan lindung.
Kemudian, kata dia, ada narapidana yang alami kendala dalam menggunakan hak pilih akibat data diri mereka. Narapidana tidak ingin menyampaikan data diri mereka, karena tidak ingin menyampaikan kabar bahwa mereka ditahan.
"Kalau itu bersumber dari yang bersangkutan tidak masalah karena itu hak mereka. Tapi kemudian yang menjadi masalah itu adalah ketika pelayanan soal pembuatan e-KTP di lapas itu terhambat. Misalkan karena ada problem-problem administrasi di tingkat Dukcapil [Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil] maupun pemerintah daerah maupun lembaga pemasyarakatan," kata Hairiransyah, Selasa (29/10/2019).
Dari pantauan Komnas HAM, juga ada indikasi tidak ada TPS khusus di rumah sakit. Hal tersebut mengakibatkan pasien kesulitan dalam menggunakan hak pilih, apalagi ketika sakit.
Beberapa pasien pun kesulitan menggunakan hak pilih, karena panitia pemungutan suara terlambat hadir.
Masalah lain yang ditemukan adalah tidak sedikit disabilitas mental kesulitan menggunakan hak pilih.
Menurut dia, penyandang disabilitas mental memiliki hak pilih selama mendapatkan rekomendasi dokter. Namun, Komnas HAM menemukan masalah terkait perlindungan hak kerahasiaan pemilih disabilitas.
"Harus diperhatikan betul kerahasiaan yang bersangkutan untuk menggunakan hak pilihnya karena seringkali kondisi mereka itu mengharuskan mereka didampingi atau kemudian harus ada pihak yg memberi arahan dalam artian memberi pemahaman," kata Hairiransyah.
"Jadi sosialisasinya itu tidak bisa dilakukan sejak awal. Pada saat dia dinyatakan berhak untuk menggunakan hak pilih di situ lah sosialisasi dilakukan," imbuh dia.
Ia merekomendasikan agar pelaksanaan Pemilu 2019 dievaluasi. Terutama terkait indikasi beban kerja dan stress memicu kerentanan. Selain itu, pembagian kerja juga membuat sistem administrasi suara yang cukup banyak.
"Ini kemudian yang harusnya pengadministrasian dalam sistem pemilu serentak itu lebih disederhanakan dan berbasis teknologi informasi harusnya begitu, sehingga lebih efisien dan memudahkan pekerja di tingkat TPS," katanya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali