Menuju konten utama

Komnas HAM: Pemerintah Harus Penuhi HAM dalam Penanganan Pandemi

Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait HAM dalam penanganan COVID-19, namun hingga kini rekomendasi tersebut belum dijalankan.

Komnas HAM: Pemerintah Harus Penuhi HAM dalam Penanganan Pandemi
Sejumlah pasien menjalani perawatan di tenda barak yang dijadikan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (4/7/2021). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.

tirto.id - Wakil Ketua Internal Komnas HAM Munafrizal Manan menyatakan pihaknya telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah perihal hak asasi manusia dalam penanganan COVID-19, namun pemerintah belum menjalankan anjuran tersebut.

“Yang terjadi adalah kita (masyarakat) menghadapi penanganan pandemi COVID-19 yang semakin memburuk. Ini pasti akan berimplikasi terhadap pemenuhan HAM dalam konteks yang luas,” kata dia, dalam konferensi pers daring, Kamis (12/8/2021).

Manan mengingatkan bahwa kewajiban konstitusional dan legal pemerintah dalam HAM, disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, bahwa kewajiban untuk pemenuhan, perlindungan, penghormatan mengenai HAM, merupakan tanggung jawab pemerintah.

“Ada atau tidak ada Komnas HAM, pemerintah harus sungguh-sungguh memenuhi HAM. “Sekarang yang kami lihat, lebih banyak komitmen lisan daripada realisasi konkret. Pemerintah harus serius memenuhi kewajiban konstitusional,” ucap dia.

Pemerintah Indonesia juga didorong untuk memenuhi kewajiban dalam memenuhi dan melindungi hak atas kesehatan sesuai dengan standar Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Per 30 Maret 2020, Komnas HAM telah mengeluarkan 18 rekomendasi kebijakan.

Beberapa di antaranya rekomendasi penguatan legalitas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang dinilai tidak cukup komprehensif dan kurang relevan sebagai dasar penanganan COVID-19 di Indonesia; pengadaan platform kebijakan terpusat; pengurangan jumlah hunian di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan dengan dialihkan sementara; layanan kesehatan maksimal bagi korban, keluarga, orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, dan masyarakat terhadap COVID-19; perlindungan bagi tenaga kerja; hingga perlindungan WNI di luar negeri, khususnya para buruh migran.

Selain itu, 36 persen masyarakat Indonesia merasa tidak bebas dan tidak aman dalam menyampaikan pendapat dan ekspresinya di media sosial. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan survei terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi yang telah dilakukan oleh Komnas HAM bersama dengan Litbang Kompas di 34 provinsi di Indonesia pada 2020.

Penyebabnya adalah adanya serangan besar-besaran secara digital yang mengintimidasi atau berbentuk peretasan, doxing, hoaks terhadap media, organisasi dan individu yang bersuara kritis di tengah pandemi. Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya menyediakan ruang-ruang demokrasi bagi rakyatnya, namun menyuarakan pendapat dan ekspresinya di muka publik dilarang dengan alasan COVID-19. Sedangkan ekspresi melalui media sosial dibayang serangan digital bahkan ancaman dikriminalisasi.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD berujar bahwa pemerintah tak perlu mengintervensi Komnas HAM. “Pemerintah tidak pernah dan tidak akan pernah mengintervensi Komnas HAM,” ujar Mahfud.

“Silakan Komnas HAM bekerja dengan sebaik-baiknya sebagai lembaga yang independen, sesuai dengan amanat undang-undang.” Temuan dan rekomendasi Komnas HAM tentang hasil kerjanya dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Baca juga artikel terkait PENANGANAN PANDEMI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri