Menuju konten utama

Komnas HAM Harap Tak Ada Lagi Ruang Mediasi di Kasus TPKS

Salah satu tantangan penuntasan kasus TPKS yang terjadi selama ini adalah aparat penegak hukum yang memfasilitasi jalur perdamaian.

Komnas HAM Harap Tak Ada Lagi Ruang Mediasi di Kasus TPKS
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah memaparkan catatan penegakan hak asasi manusia (HAM) sepanjang 2023 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/1/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.

tirto.id - Komnas HAM menyampaikan harapan dengan pembentukan Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri dapat menghilangkan mediasi sebagai cara menuntaskan kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).

Ketua Tim TPPO dan TPKS Komnas HAM, Anis Hidayah, menyebut bahwa salah satu tantangan penuntasan kasus TPKS yang terjadi selama ini adalah aparat penegak hukum yang memfasilitasi jalur perdamaian dan menghentikan penyidikan dengan alasan restorative justice. Padahal, dalam Pasal 23 UU TPKS telah disebutkan bahwa penyelesaian perkara TPKS tidak dapat dilakukan dengan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

"Oleh sebab itu, masih ditemukan beberapa kasus TPKS yang diselesaikan secara kekeluargaan misalnya dengan memfasilitasi perjanjian perdamaian, bahkan ikut membantu mengupayakan pernikahan antara pelaku dengan korban," kata Anis dalam keterangan tertulis, Jumat (27/9/2024).

Dijelaskan Anis bahwa Pembentukan Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO harus menjadi harapan baru dalam penanganan kasus TPKS dan perdagangan orang. Sebab, dua tindak pidana ini menghasilkan korban yang cukup banyak.

"Dalam kurun waktu 2023 sampai dengan Februari 2024, Komnas HAM telah menerima dan memproses pengaduan terkait TPPO sebanyak 92 aduan," ungkap Anis.

Anis menyebut, TPPO memang masuk dalam kategori extraordinary crime. Oleh karenanya, pembentukan Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Polri patut diapresiasi.

“Pendirian direktorat khusus yang sudah cukup lama didorong ini merupakan komitmen Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan perhatian lebih pada tindak pidana khusus," tutur Anis.

Korban TPPO dan TPKS, ungkap Anis, paling banyak adalah perempuan. Oleh sebab itu, Komnas HAM juga mendorong agar pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini disertai dengan penambahan perekrutan untuk polisi perempuan (Polwan) yang keberadaannya saat ini hanya sekitar 6% dari seluruh anggota kepolisian.

Selain itu, kata Anis, peningkatan pemahaman terkait Undang-Undang TPPO dan TPKS penting dilakukan mengingat cepatnya rotasi jabatan di Polri. Oleh karena itu, Komnas HAM juga berharap agar Direktorat PPA dan PPO yang baru dibentuk ini, mendapatkan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni dan sumber daya anggaran yang memadai.

"Dengan begitu, penegakan hukum terhadap kasus TPPO dan TPKS di masa yang akan datang dapat berjalan efektif," ujar Anis.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang