Menuju konten utama

Komisioner Komnas HAM Nilai Rancu Perluasan Pasal Penistaan Agama

Menurut Anam, pasal tersebut harus mengatur hal yang lebih spesifik, seperti setiap orang yang menjelekkan rumah ibadah, tuhan dan keyakinan orang lain.

Komisioner Komnas HAM Nilai Rancu Perluasan Pasal Penistaan Agama
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/9/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai perluasan pasal penistaan agama dalam Revisi UU KUHP (RUU KUHP) tidak tepat karena masih berpeluang menciptakan ketidakpastian hukum, terutama untuk pasal 348.

"Jadi pidana itu tidak boleh multi tafsir dia harus lex scripta, dia secara kalimat harus tegas," kata Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).

Pasal 348 berbunyi "setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama di Indonesia, dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III."

"Jadi enggak bisa ngomong penghinaan begini. Apa yang disebut menghina? Karena kalau begini ini soal tafsir. Ini tidak boleh," kata Anam.

Menurut Anam, pasal tersebut seharusnya mengatur hal yang lebih spesifik, seperti setiap orang yang menjelekkan rumah ibadah orang lain, tuhan orang lain atau keyakinan orang lain.

Lebih lanjut, kata Anam, ketidakpastian hukum dalam pasal 348 membuat pasal-pasal selanjutnya juga tidak tepat, yakni pasal 349 dan 350 karena pasal 348 merupakan pasal pokok.

"Kalau pokoknya tidak benar, yang lain tidak benar," kata Anam.

Sebelumnya, secara terpisah, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengingatkan kepada Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP agar pasal penistaan agama tidak menjadi pasal karet.

"Hati-hatilah soal itu. Jangan jadi pasal karet. Pasal karet jangan ada di KUHP," kata Fahri di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).

Menurut Fahri, pasal penistaan agama belum mempunyai definisi yang jelas mengenai penistaan agama. Menurutnya, hal itu bisa menjerat para pemuka agama-agama yang memberikan ceramah di tempat ibadahnya masing-masing.

"Seperlintasan iman itu bisa jadi sesuatu yang pelik. Anda bicara kalau di dalam masjid pasti bicara iman, kalau bicara iman Anda pasti bicara iman kita yang benar. Kalau iman kita yang benar pasti iman orang lain salah," kata Fahri.

Ada pun pasal penistaan agama dalam RUU KUHP termuat dalam bab VII mengenai tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama yang merupakan perluasan dari pasal 156a tentang penistaan agama di UU KUHP lama.

Baca juga artikel terkait PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto