Menuju konten utama

Komisi II: Penempatan Perwira TNI di Kementerian Bisa Picu Konflik

Ahmad Riza Patria tidak sepakat dengan usulan penempatan perwira aktif TNI di kementerian dan lembaga. Wakil Ketua Komisi II itu menilai usulan Panglima TNI tersebut bisa memicu masalah.  

Komisi II: Penempatan Perwira TNI di Kementerian Bisa Picu Konflik
Perwira baru berfoto bersama usai mengikuti Upacara Pelantikan dan Penyumpahan Perwira Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) TNI Angkatan Udara di Lanud Adi Soemarmo, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (21/11/2017). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

tirto.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria tidak sepakat dengan rencana Panglima TNI Hadi Tjahjanto untuk mendorong penempatan sejumlah perwira aktif di kementerian dan lembaga.

Menurut Riza, gagasan tersebut sulit diterima karena penempatan perwira aktif TNI di kementerian dan lembaga rentan memicu konflik dan friksi di internal birokrasi pemerintahan.

"Tidak bisa nanti tiba-tiba masuk di wilayah yang bukan menjadi keahlian dan kewenangan, nanti akan menimbulkan konflik, friksi, dan masalah baru," kata Riza di kompleks Gedung DPR RI, Jakarta pada Jumat (1/2/2019).

Hadi Tjahjanto mewacanakan hal itu sebagai salah satu cara untuk mengurangi jumlah perwira tinggi dan menengah yang non-job atau tidak memiliki jabatan. Untuk merealisasikan rencana itu, Hadi pun berencana mengusulkan revisi UU TNI.

Namun, menurut Riza, rencana Hadi tersebut mengabaikan dampak yang mungkin terjadi di internal birokrasi pemerintahan, seperti kemungkinan menghambat karier banyak birokrat.

"Pejabat-pejabat ASN yang sudah berkarir belasan bahkan puluhan tahun mau dikemanakan kalau pos-pos yang menjadi wilayah mereka diisi oleh perwira-perwira TNI? Itu artinya mengurangi pos-pos [birokrat] ASN," ujar politikus Gerindra tersebut.

Oleh karena itu, dia menilai usulan Panglima TNI itu bukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah suplus perwira.

"Kalau ada surplus perwira di TNI, solusinya bukan berarti menghadirkan dan memasukkan perwira-perwira itu di kementerian. Itu melanggar UU,” kata dia.

“UU [TNI] sudah mengatur wilayah kekuasaan dan kewenangan dan tempat kerja TNI. Tidak bisa TNI masuk di wilayah [semua] kementerian. Bisa memang [tapi cuma] Basarnas, Menkopolhukam, tempat-tempat tertentu sesuai dengan bidang keahliannya," Riza menambahkan.

Dia mengingatkan posisi setingkat direktur jenderal di kementerian dalam aturannya harus diisi oleh PNS sipil. Walaupun diperbolehkan diisi oleh profesional non-PNS, namun tetap harus dibatasi.

"Kalau tidak dibatasi, dimana nanti pejabat-pejabat PNS nanti ditaruh? Kalau semuanya diisi orang-orang profesional, apalagi TNI," ujar dia.

Riza berharap Panglima TNI bisa bersikap bijaksana dan menimbang dampak dari implementasi ide penempatan sejumlah perwira aktif di kementerian/lembaga. “Jangan mementingkan kepentingan TNI saja, tapi juga mementingkan kepentingan bangsa dan negara, rakyat, termasuk ASN," ujar dia.

Dia mengakui revisi UU TNI bisa dilakukan sehingga rencana Hadi Tjahjanto dapat terealisasi. Akan tetapi, kata Riza, pengurangan surplus perwira lebih baik dilakukan dengan membuat pos baru di TNI.

"Sama seperti BNN dan Polri, membuat pos baru di tubuh sendiri. Sekarang kan Kepala BNN tingkat provinsi itu bintang 1, itu salah satu cara memberikan pos ke perwira-perwira menengah dan tinggi di lingkungan TNI/POLRI. Itu bisa ditiru," kata dia.

Baca juga artikel terkait TNI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom