Menuju konten utama

Koalisi Sipil Lapor Komnas HAM Soal Polisi Brutal Saat Tangani Demo

Penangkapan demonstran besar-besaran dan minim pemberian informasi pihak yang ditangkap oleh aparat membuat koalisi melapor ke Komnas HAM.

Koalisi Sipil Lapor Komnas HAM Soal Polisi Brutal Saat Tangani Demo
Seorang tukang pijat hadir di tengah-tengah bentrokan pelajar dengan aparat di sekitar flyover Slipi, Jakarta pada Senin (30/9/19). tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Tim Advokasi dari Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (2/10/2019). Mereka mengadukan sikap brutal polisi dalam menangani unjuk rasa Reformasi Dikorupsi pada 23, 24, 25 dan 30 Oktober lalu.

"Pendekatan yang digunakan aparat, khususnya polisi ini kita lihat adalah pendekatan represif, kekerasan, dan ini tidak hanya di [demo] tanggal 24 tapi juga 25 dan terakhir 30 bahkan kecenderungannya meningkat," kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).

Arief memandang, Polri tidak mengedepankan upaya pembubaran massa, tetapi memburu massa. Beberapa peserta aksi bahkan ditangkap meski sudah menjauh dari lokasi demo atau sedang beristirahat.

Sikap tersebut semakin nyata dengan jumlah penangkapan pada aksi 30 Oktober lalu yang mencapai ratusan. Dalam catatan Polri, ada 649 orang yang ditangkap terkait demonstrasi pada 30 Oktober 2019 lalu. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo enggan menggunakan kata "ditangkap" tapi "diamankan", dia pun menyebut semua orang itu sebagai perusuh.

Arif mengeluhkan pihak kepolisian tidak terbuka soal penangkapan tersebut seperti menutupi identitas, alasan penangkapan, dan status hukum pihak yang ditangkap. Informasi tidak hanya tertutup bagi koalisi, tetapi juga keluarga yang mencari anggota keluarganya di kantor polisi.

Selain kendala penutupan informasi, Arif mengungkapkan para tim advokasi tidak bisa melakukan pendampingan hukum untuk orang-orang yang ditangkap. Penutupan informasi tersebut dikhawatirkan untuk menutupi sesuatu.

"Dugaannya ada juga penyiksaan yang terjadi [di dalam]," kata Arif.

Selain itu, koalisi juga menyoroti proses penanganan para siswa yang ditangkap. LBH Jakarta sudah berusaha memberikan pendampingan hukum, tapi masih dihalangi oleh kepolisian.

Oleh karena itu, Arif skeptis polisi telah memenuhi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di antaranya ialah pendampingan oleh orang tua, penasihat hukum, dan Balai Pemasyarakatan.

Arif juga melaporkan penangkapan terhadap tenaga medis dan penyerangan terhadap ambulans yang digunakan untuk merawat demonstran.

"Yang jadi pertanyaan kita semua sebetulnya standar apa yang digunakan kepolisian dalam penanganan aksi beberapa waktu ini?" ujarnya.

Menanggapi laporan itu, komisioner Komnas HAM Chairul Anam mengaku berencana untuk mendatangi Polda Metro Jaya dalam waktu dekat. Sebelumnya mereka juga telah datang untuk memantau proses penanganan terhadap demonstran 24-25 Oktober.

Anam menyesalkan sikap brutal aparat dalam penanganan aksi beberapa hari lalu. Menurut Anam, polisi mestinya melindungi aksi penyampaian pendapat oleh masyarakat. Jika kemudian ada kekerasan terjadi, maka polisi hanya berwenang membubarkan massa.

"Membubarkan, bukan mengejar [dan] bukan mengepung. Jadi kalau massanya sudah bubar ya tidak boleh diburu," kata Anam, Rabu (2/10/2019).

Baca juga artikel terkait DEMO DPR atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Andrian Pratama Taher