tirto.id - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba mendesak Komisi VII DPR RI dan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan draft RUU mineral dan batu bara (Minerba).
Menurut koalisi tersebut, RUU Minerba terkesan kejar tayang dan diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan sesaat.
Dalam hal ini, dugaan terkait rencana mengakomodir perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat.
Belum lagi, Kementerian ESDM sempat mencabut Surat Keputusan (SK) pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai penggati PKP2B kepada PT Tanito Harum yang diterbitkan pada 11 Januari 2019 yang lalu.
”Timbul pertanyaan besar bagi publik. Mengapa, pembahasan RUU Mineba dikebut di akhir masa jabatan ini?” ucap Juru bicara koalisi dan anggota Publish What You Pay (PWYP), Aryanto Nugroho dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto pada Jumat (26/7/2019).
Aryanto mengatakan, gelagat DPR pada rapat paripurna ke-22 masa sidang IV di tahun 2017-2018 tidak masuk akal. Sebab, RUU Minerba yang sudah lama mangkrak tiba-tiba hendak dipercepat penyelesaiannya dengan waktu yang singkat.
Dalam draft yang disusun DPR dan Daftar Isian Masalah (DIM) pemerintah, terdapat perubahan subtantif pasal 169 dari UU Minerba saat ini.
Di dalamnya terdapat ketentuan Kontrak Karya (KK) dan PKP2B mendapatkan perpanjangan otomatis selama 2 (dua) kali 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk IUPK.
Keduanya juga diberikan hak untuk mengusahakan kembali wilayah yang mendapat IUPK dengan luas wilayah sesuai dengan rencana kerja seluruh wilayah tambang dalam penyesuaian KK atau PKP2B.
“Pembenahan tata kelola sektor minerba dari hulu sampai hilir tetap harus menjadi semangat dalam pembahasan RUU Minerba yang berujung pada sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jangan sampai dirusak oleh mafia tambang yang mengintai pembahasan RUU Minerba ini,” jelas Aryanto.
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno