tirto.id - Ketua panitia seleksi, Yenti Garnasih mengatakan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak harus mengetahui masalah kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Novel Baswedan.
Hal tersebut ia sampaikan untuk merespons permintaan koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang meminta agar kasus Novel tersebut dijadikan salah satu materi untuk seleksi lanjutan calon pimpinan KPK.
"Menurut saya dan teman-teman itu bukan masalah yang harus diketahui KPK kan," kata Yenti di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/7/2019).
Yenti mengatakan bahwa mereka bukanlah bagian dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel. Oleh sebab itu, dia berharap masyarakat tidak mendikte apa yang harus dilakukan pansel KPK.
"Jadi masukan boleh, tapi tidak boleh mendikte," tegasnya lagi.
Menurut Yenti, apa yang disampaikan oleh orang-orang tersebut tentu akan dikaji sesuai aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, dia tak terima jika pansel dianggap tidak mengerti masalah seleksi capim KPK.
"Kami terima masukan, menyampaikan boleh, semoga tidak mendikte. Dan jangan pandang seolah-olah kami awam sekali," katanya lagi.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil antikorupsi menyarankan agar kasus Novel Baswedan dimasukkan ke dalam materi seleksi calon pimpinan KPK.
"Kami sepakat dengan isu bahwa Novel harus jadi salah satu isu dalam proses seleksi capim KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (28/7/2019).
Menurut Kurnia, hal ini penting agar bisa mengetahui bagaimana komitmen capim KPK dalam melindungi setiap pegawainya yang sedang bertugas.
"Kenapa? ketika isu Novel bisa dikonfirmasi kepada seluruh pendaftar capim KPK, maka kita bisa melihat bagaimana komitmennya ketika terpilih nanti untuk melindungi dari setiap pegawai KPK, termasuk Novel," ungkap dia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto