Menuju konten utama

Ketua DPR Tak Setuju Pembentukan Pansus Angket Tenaga Kerja Asing

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai Perpres tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) sifatnya bukan mempermudah masuknya TKA, melainkan menyederhanakan tahapan.

Ketua DPR Tak Setuju Pembentukan Pansus Angket Tenaga Kerja Asing
Ketua DPR Bambang Soesatyo memberikan salam tiga jari kearah wartawan usai memimpin Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terkait dengan tenaga kerja asing (TKA) tidak urgen karena DPR harus menjaga iklim kondusif politik nasional.

"Belum ada yang mendesak, apalagi dibuat sebuah hak angket. DPR akan mengakhiri masa sidang ini pada hari Kamis, kemudian memasuki pelaksanaan Pilkada," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Ia menilai Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA, sifatnya bukan mempermudah masuknya TKA, melainkan menyederhanakan tahapan.

Menurut dia, saat ini sudah memasuki era digitalisasi dengan komputerisasi yang lebih modern sehingga ditemukan langkah-langkah kebijakan yg mempermudah.

"Jadi, bukan mempermudah, pengetatan masih sama seperti yang sebelumnya," ujarnya.

Bambang mengatakan bahwa pimpinan DPR akan mendorong agar permasalahan TKA itu ditangani dan didalami di Komisi IX DPR dengan memanggil pihak-pihak terkait sehingga tidak perlu membentuk Pansus Angket.

Dia juga mengimbau kepada semua anggota DPR RI untuk menjaga situasi politik yang kondusif di DPR sehingga masing-masing partai politik bisa fokus bekerja memenangkan pasangan calon dalam kontestasi pilkada 2018.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan Pansus Hak Angket DPR tentang TKA karena menduga keputusan pemerintah terkait dengan TKA tersebut telah melanggar UU sehingga level pengawasannya, bukan hanya hak bertanya biasa atau interpelasi.

Kalau hak bertanya, kata dia, adalah hak individual anggota, hak interpelasi adalah hak pertanyaan tertulis lembaga. Akan tetapi, karena diduga ini levelnya adalah pelanggaran undang-undang.

Oleh karena itu, Pansus Angket diperlukan untuk menginvestigasi kebijakan.

"Dalam interpelasi, dia tidak ada investigasi, kunjungan lapangan, tidak ada pemanggilan, hanya bertanya melalui paripurna dan dijawab melalui paripurna," kata Fahri.

Langkah tersebut, menurut dia, diperlukan karena pengiriman TKA tanpa prosedur itu telah terjadi sebelum dan setelah Perpres itu dibuat.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Herry Sudarmanto mengatakan bahwa Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA justru bentuk kepastian hukum untuk sisi pekerja, pemberi kerja, hingga pengawasan.

"Perpres ini justru memberi kejelasan hukum dari sisi pekerja. Kalau dahulu dengan visa bisnis pekerja asing bisa dipindah ke visa kerja, sekarang sejak awal mereka masuk untuk bekerja, ya, harus menggunakan visa kerja tidak bisa lagi hanya pakai visa bisnis," kata Sekjen kepada Antara di Jakarta, Selasa (17-4-2018).

Persyaratan untuk mendapatkan visa kerja, lanjut dia, juga dipertegas. Pemberi kerja harus berbadan hukum, calon TKA harus memiliki ijazah dengan latar belakang pendidikan yang memang sesuai dengan jabatan yang akan diisi di perusahaan Indonesia.

Ia mengatakan bahwa calon TKA juga harus memiliki sertifikat kompetensi, ditambah perusahaan pemberi kerja wajib menyediakan fasilitas pelatihan bahasa Indonesia.

Dengan kebijakan terkait syarat keimigrasian tersebut, menurut dia, justru pemerintah ingin mempertegas kepastian hukumnya, baik untuk calon pekerja, pemberi kerja, maupun pemerintah sebagai pengawas.

Baca juga artikel terkait PERPRES TENAGA KERJA ASING atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri