tirto.id - Kenaikan target penerimaan cukai sebesar 11,6 persen pada 2023 dinilai akan berdampak signifikan pada industri hasil tembakau (IHT), khususnya segmen padat karya Sigaret Kretek Tangan (SKT). Keberadaan segmen SKT yang melibatkan ratusan ribu pekerja selama ini telah mempengaruhi perkembangan perekonomian di sejumlah daerah dan mendukung upaya pemerintah memulihkan perekonomian nasional.
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof. Hotman Siahaan mengatakan, pemerintah pusat harus menyadari efek domino bagi laju perekonomian di daerah dalam menentukan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Dengan kenaikan CHT, maka industri rokok akan melakukan efisiensi besar-besaran. Bisa saja mereka mengalihkan produksinya dari SKT menjadi Sigaret Kretek Mesin (SKM). Artinya, ribuan bahkan jutaan pekerja SKT bakal menjadi pengangguran karena digantikan oleh mesin," katanya di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Dia menilai banyak di antara pekerja SKT merupakan ibu rumah tangga yang selama ini turut menopang perekonomian keluarga, sehingga akan berdampak pada daya beli keluarga menjadi rendah.
"Kalau mereka menganggur, berarti daya beli keluarga menjadi rendah," ungkap Hotman.
Tidak hanya itu, konsumsi rumah tangga menjadi lemah, pada akhirnya roda perekonomian di daerah tersebut menjadi lesu. Dia menilai situasi tersebut akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Kemudian dia menuturkan belum lama ini, sebuah pabrik SKT di Blitar terpaksa tutup. Sebanyak 890 pekerja pabrik tersebut terpaksa di-PHK. Tak hanya pekerja, nasib petani tembakau juga tak kalah miris. Kenaikan cukai bisa membuat harga tembakau turun dan mengakibatkan petani merugi.
"Ujung-ujungnya, produktivitas pertanian tembakau turun, padahal ini bahan baku yang sangat diperlukan. Apakah kita ingin seperti itu? Kan tidak. Semuanya tergantung pemerintah,” kata Hotman mengingatkan.
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp245,45 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. Target itu tumbuh 9,5 persen dari outlook penerimaan cukai tahun ini yang sebesar Rp224,2 triliun.
"Tapi untuk cukai akan implisit akan ada kenaikan tidak 11,5 persen, tapi 9,5 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers, dikutip Kamis (18/8/2022).
Mengutip Buku Nota Keuangan RAPBN 2023, optimalisasi penerimaan cukai akan dilakukan antara lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi UU HPP.
Intensifikasi cukai dilakukan dengan cara menyesuaikan tarif cukai terutama cukai HT dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan faktor pengendalian konsumsi.
Selain itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai hasil tembakau, pemerintah juga memperhatikan aspek-aspek yang dikenal dengan 4 Pilar Kebijakan yaitu aspek kesehatan melalui pengendalian konsumsi, aspek keberlangsungan industri, aspek penerimaan negara, dan aspek pengendalian rokok ilegal.
Sedangkan ekstensifikasi cukai dilakukan dengan penerapan barang kena cukai baru berupa plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan. Pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan negara dari barang-barang yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu sesuai UU Cukai.
Upaya tersebut juga didorong oleh pengendalian dan pengawasan atas peredaran BKC ilegal. Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan fasilitas terutama penguatan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin