tirto.id - Sedari kecil Kenneth Paul Block suka menantang maut demi memacu adrenalin. Satu kali, dia pernah memacu mobil justru saat hendak menggilas polisi tidur. Kendaraannya tentu saja melompat kecil. Petugas yang ada di lokasi langsung menghentikannya. “Dia berkata aku hampir membunuhnya,” kenang pria yang terkenal dengan nama Ken Block itu. “Sekarang, jika aku tidak melompat, orang justru akan marah.”
Kegemaran Block sama seperti banyak anak muda kota di Amerika Serikat kala itu, termasuk berselancar dengan papan skate. Anak muda gemar berselancar sebagai ajang pencarian jati diri. Mereka melihat skateboarding sebagai bentuk perlawanan; pilihan bagi orang-orang yang terasing.
Skateboardingmenjadi subkultur dunia sosial. Iain Borden dalam Skateboarding and Street Culture (2019) menyebut banyak budaya baru muncul dari para skater, termasuk musik, gaya berpakaian, dan tulisan.
Kenyang dengan urusan papan skate, Block yang tumbuh di era 80-an mulai menjajal dirt bike. Ia kemudian merambah dunia snowboarding. Setelah gagal menjadi atlet profesional, dia beralih ke bisnis garmen yang menarget orang-orang penyuka olahraga ekstrem.
Sekarang, Block terkenal karena keahliannya mengendarai mobil. Ban selalu berdecit setiap Block memutar setirnya di tikungan. Mobilnya bisa berputar 90, 180, bahkan 360 derajat dengan mudah. Meski tidak dinobatkan sebagai yang terbaik, Block menjadi salah satu drifter paling terkenal hingga sekarang.
Kegemaran mengasapkan aspal muncul tidak dalam usia muda. Dia baru mencoba menjadi pengendara mobil reli pada usia 37 atau tepatnya pada 2004. Setahun kemudian, setelah menyelesaikan pelajaran, Block menjajal ikut perlombaan. Dia finis di urutan ketujuh. Pada tahun yang sama, Block diganjar penghargaan Rookie of The Year dalam kejuaraan nasional Rally America.
Orang yang membawanya ke dunia reli adalah Travis Pastrana. “Aku menghubungi orang-orang yang mengerjakan mobil Travis dan mereka menghubungkan aku dengan sekolah reli mobil. Aku jatuh cinta saat itu dan memulai karir reli dari sana,” kata Block.
Di dunia ini-lah Block menemukan hidupnya. Sampai belasan tahun kemudian, ia terus menekuni kehidupan sebagai pembalap dan drifter.
Berbisnis demi Adrenalin
Block sempat bekerja sebagai semacam arsitek untuk mesin dan sejenisnya. Tidak butuh waktu lama sampai dia pesimistis bahwa itu akan lekas membawa keuntungan. Dia memperkirakan butuh waktu sampai 40 tahun agar bisa mencapai puncak karier.
Block kemudian beralih ke kegemarannya, bermain snowboarding. Tetapi di sini pun dia tak berhasil mencapai performa terbaik. Block kemudian memutuskan meracik gambar dan desain untuk barang-barang yang dijual ke atlet profesional.
Ketika mulai serius dengan karier barunya, Block bertemu dengan Damon Way, saudara dari skater terkenal Danny Way, melalui komunitas kampus. Meski tanpa latar belakang pendidikan terkait, Block dan Way memberanikan diri berbisnis: membuat produk bertemakan skateboard atau pun snowboard.
Dua produk awal mereka terbilang kurang terkenal apalagi berhasil. Tapi keduanya tak menyerah. Pada 1994, Block dan Way mengalihkan fokus ke sepatu. Keputusan ini didasarkan pada observasi. Pada masa itu sepatu khusus untuk olahraga belum jamak. Paling-paling hanya sepatu basket saja. Dengan banyaknya skater di Amerika juga dunia, sepatu khusus adalah potensi yang menjanjikan.
Block juga bertanya kepada teman-temannya tentang sepatu seperti apa yang ingin mereka gunakan. Kala itu banyak skater yang tidak puas dengan berbagai sneakers yang dikeluarkan jenama besar, bahkan dari Nike. Sepatu Nike terkadang robek dan karetnya jebol ketika digunakan bermain skateboard.
Salah satu racikan Block dan kawan-kawannya saat itu adalah mengombinasikan bahan dari nilon untuk mencegah sepatu jebol karena gesekan. Demi memuluskan bisnisnya, Block memberanikan diri meminjam uang sampai 10 ribu dolar AS kepada orang tuanya. Uang ini digunakan buat produksi sekaligus biaya iklan.
“Block memberikan saya kesempatan untuk mendesain sepatu yang sekarang dianggap sebagai sepatu skate untuk atlet,” kata Rob Dyrek, mantan skater profesional.
Kepiawaian Block dan Way dalam berdagang semakin tampak dari iklannya. Di sana mereka menggunakan aksi-aksi dan trik skateboard. Block juga menggunakan foto monokrom skater untuk menggaet pembeli, selain menetapkan harga relatif terjangkau bagi para penggemar olahraga tersebut.
Sepatu tersebut berhasil mencatat penghasilan sampai dengan 7 juta dolar AS pada tahun berikutnya. Tahun 2002, penjualan perusahaan diperkirakan mencapai hampir 40 kali lipat, tepatnya 250 juta dolar AS.
Dua tahun kemudian, Block yang ingin fokus pada dunia olahraga ekstrem kembali mengambil langkah besar dengan menjual perusahaan. Pembelinya tidak lain adalah Quiksilver. Mereka mengeluarkan duit sampai 87 juta dolar AS. Sumber lain mengatakan angkanya bahkan mencapai 113 juta dolar AS. Puluhan juta dibayarkan langsung di muka.
Alasan Block melepas DC sangat sederhana. Ia–yang bukan pebisnis–khawatir jika suatu hari nanti DC akan membuat kesalahan dan penjualan bisa langsung anjlok dan menghabisi perusahaan.
Ketika Block keluar, sepatu buatan dia dan rekan-rekannya masih dipakai dan dipromosikan oleh atlet-atlet olahraga ekstrem seluruh dunia.
“Kami membangun perusahaan ini dengan mengisi kekurangan yang kami anggap butuh di awal umur 20-an. Skater butuh produk teknikal dan kami membuat sepatu skateboard teknikal pertama,” ujar Block.
Jenama itu masih ada hingga sekarang. Kita mengenalnya dengan nama DC Shoes.
Raja Drifter di Dunia Virtual
Block mungkin bukanlah yang terbaik dalam urusan reli mobil atau drift. Namun dia ahli dalam membuat suatu tren. Ini misalnya terjadi pada 2008 lalu.
Ketika itu dunia virtual dikejutkan oleh video mobil melakukan drift di bandara kosong terbengkalai. Bandara itu diketahui milik angkatan laut AS di daerah El Toro, California, yang tidak lain adalah negara bagian kelahiran Block. Block mendecitkan ban mobilnya, Subaru WRX STI, berkali-kali. Dia melakukan belokan mulus baik itu 90 derajat atau 180 derajat. Dia melakukan putaran 360 (doughnut) berkali-kali terhadap suatu objek. Dalam video pertama yang kelak dinamakan serial Gymkhana itu, Block memutari orang. Asap mengepul.
Video yang diunggah di Youtube itu adalah awal keemasan Block merambah dunia virtual. Bersama dengan tim balap yang sekarang bernama Hoonigan Media Machine, Block terus membuat video-video gila lain yang menampilkan keahliannya dalam drifting.
Gymkhana sendiri terus mengalami perkembangan. Dari yang durasi awalnya hanya sekitar 4:30 menit menjadi 19 menit atau hampir 5 kali lipatnya pada Gymkhana 10. Momen itu menjadi salah satu yang terbaik dalam serial Gymkhana. Block melakukan atraksinya di tengah cuaca ekstrem dan melewati pegunungan.
Itu adalah bagian terakhir dari seri Gymkhana dengan Block sebagai driver. “Rasanya mobil ini masih ingin membunuhku,” kata Block ketika persiapan.
Timnya saat itu tentu hanya menganggap pernyataan Block guyonan belaka. Nyatanya dia berhasil menyelesaikan aksi dengan ciamik dan videonya ditonton lebih dari 42 juta kali di YouTube.
Hampir lima tahun kemudian, Block benar-benar meninggal saat berkendara. Dia tengah asyik meluncur sendirian di lereng curam Utah, AS. Entah bagaimana sepeda motor ski atau snowmobile yang dia kendarai jatuh terbalik dan langsung menimpanya. Block meninggal di tempat saat itu juga pada 2 Januari 2023.
Editor: Rio Apinino