tirto.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menggandeng Kepolisian Republik Indonesia untuk terlibat dalam penanganan kasus-kasus konflik agraria di Indonesia. Kedua lembaga itu meneken nota kerja sama pada Jumat (17/3/2017).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Sofyan Djalil mengatakan kementeriannya ingin Polri ikut terlibat di upaya penanganan dan pencegahan konflik pertanahan. Ia berharap kerja sama ini mampu menekan tingginya angka kasus konflik agraria di Indonesia.
Salah satu poin kerja sama itu ialah pembentukan tim gabungan dua lembaga untuk pemberantasan mafia tanah. Menurut Sofyan, ulah mafia pertanahan selama ini turut mendorong kemunculan sebagian kasus konflik.
"Kalau mafia tanah bisa kita perangi, nanti sebagian masalah terkait juga akan hilang," ujar Sofyan di Mabes Polri, Jakarta usai penekenen nota kerja sama tersebut.
Sofyan menuding para mafia tanah di berbagai wilayah selama ini kerap meresahkan masyarakat, memicu sengketa dan meningkatkan pelanggaran hukum di bidang pertanahan.
"Kami akan mencegah mafia-mafia di bidang pertanahan yang sangat meresahkan, sangat banyak konflik. Kemudian praktek-praktek yang melanggar hukum," kata Sofyan.
Ia mengimbuhkan kerja sama tersebut juga terkait upaya pemberantasan pungutan liar di pelayanan administrasi pertanahan. Upaya ini berkaitan dengan target pemerintah agar semua tanah di Indonesia tersertifikasi pada 2025.
Polri dan BPN, menurut Sofyan, akan memperkuat internal Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dalam pembenahan kualitas pelayanan administrasi pertananahan. "Nanti kalau terjadi pelanggaran, itu tindakan kepolisian," kata Sofyan.
Sedangkan Kapolri Tito Karnavian menyatakan pihak kepolisian akan segera mengkaji permasalahan tumpang tindih kepemilikan tanah, dualisme sertifikat dan kasus-kasus saling klaim kepemilikan tanah.
"Kami juga ingin membersihkan mafia pertanahan,” kata Tito.
Tito menyimpulkan para mafia tanah selama ini berkontribusi besar pada meroketnya harga lahan. Akibatnya, harga tanah sulit terjangkau para warga kelas menengah ke bawah.
"Kami juga sepakat mendorong upaya mekanisme pencegahan (konflik agraria, mafia pertanahan dan pungli). Jangan sampai terjadi. Penindakan adalah upaya terakhir," kata Tito.
Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) ada 450 kasus konflik agraria di Indonesia selama tahun 2016 lalu. Jumlah itu naik hampir dua kali lipat ketimbang data 2015 yang hanya sebanyak 252.
Laporan akhir tahun 2016 terbitan KPA menyebutkan konflik agraria selama tahun lalu mencakup luasan wilayah sebanyak 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 KK di 34 provinsi. Luasan lahan konflik itu setara 19 kali wilayah DKI Jakarta. KPA menyimpulkan selama 2016 rata-rata setiap hari ada konflik agraria yang mencakup 7.756 hektar lahan.
Secara lebih detail, laporan KPA memerinci, selama 2016, konflik agraria tertinggi, yakni 36,22 persen, terkait sengketa lahan perkebunan yang memicu 163 kasus. Disusul konflik terkait sektor properti, 117 sengketa atau 26 persen, sektor infrastruktur dengan 100 kasus atau 22,22 persen dan 25 konflik berhubungan dengan kehutanan atau 5,56 persen.
Sisanya ialah konflik agraria terkait sektor pertambangan, yaitu 21 kasus atau 4,67 persen, serta sektor pesisir dan kelautan memicu 10 kasus atau 2,22 persen. Sengketa pertanahan yang berkaitan dengan sektor migas dan pertanian masing-masing menyumbang 7 konflik atau 1,56 persen.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom