tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan ekseskusi kepada mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, Muhammad Syahrir ke Lapas Kelas I Palembang. Syahrir yang berstatus terseret kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau itu dieksekusi usai vonis dari Pengadilan Tipikor Pekanbaru dinyatakan inkrah.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terpidana terbukti bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kemudian, dijatuhi hukuman kepadanya 12 tahun penjara.
Selain itu, terpidana juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar. Kewajiban terhadap terpidana juga berupa membayar uang pengganti 112.000 dolar Singapura dan Rp21 miliar.
"Eksekusi putusan tersebut yaitu dengan cara memasukkannya ke Lapas Kelas I Palembang untuk menjalani pidana penjara badan selama 12 tahun dikurangi masa penahanan," kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).
Syahrir dinilai terbukti menerima suap saat menjabat Kepala Kanwil BPN provinsi Maluku Utara dan Riau periode 2017-2022 terkait pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU).
Total gratifikasi yang diterimanya senilai Rp21 miliar. Dirinci Rp5.785.680.400 diterimanya saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
Muhammad Syahrir lalu disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, dan PT Meridan Sejati Surya Plantation merupakan pihak yang menjadi pemberi suap kepada Muhammad Syahrir.
Selain Muhammad Syahrir, KPK juga menetapkan dua orang dari pihak swasta, yakni Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari dan Sudarso selaku General Manager PT Adimulia Agrolestari. Sudarso sendiri merupakan terpidana di kasus lain yang sudah menalani masa pidana.
Penyidik pun menyangkakan Frank Wijaya dan Sudarso dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto