tirto.id - Menteri Sosial, Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul, mewacanakan penambahan bantuan sosial (bansos) untuk dibagikan kepada kelompok kelas menengah. Wacana itu muncul setelah kelompok kelas menengah mengalami penurunan jumlahnya.
Gus Ipul menyampaikan jika pembagian bansos untuk kelas menengah akan dikaji meski APBN 2025 telah diketuk di DPR RI.
"Ya kita sekarang lagi diskusi ya kita lagi mendalami meskipun APBN sudah diketok ya, tapi kita ingin memastikan lagi sasaran, sasaran-sasaran kita ini," kata Gus Ipul di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Senin (30/9/2024).
Gus Ipul menjelaskan, sebagai menteri sosial baru dia sedang melakukan penelaahan terhadap data penerimaan bansos di sejumlah daerah. Telaah itu dilakukan karena data penerima bansos bersifat dinamis.
"Kita mudah-mudahan kita bisa lebih punya gambaran lagi yang terbaru, karena data itu dinamis sekali," kata Gus Ipul.
Dia menambahkan jika Kementerian Sosial juga bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk memperbaharui data penerima bansos. Menurutnya, data sejumlah penerima bansos kerap mengalami perubahan karena ada yang meninggal atau sudah tidak masuk ke dalam kategori penerima bansos.
"Atau mungkin ada yang sudah tidak masuk lagi dalam kategori memperoleh bantuan, atau ada juga yang turun ya di ini kita sedang sinkronisasi kita sedang mendiskusikan," katanya.
Selain itu, Gus Ipul juga menyoroti mengenai para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaannya. Dia akan bekerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mendalami hal itu sebelum diberikan bansos.
"Ya itu juga yang termasuk, kita perlu dengan kerjasama dengan kemenaker. Jadi banyak sekali yang perlu kita kerjakan beberapa waktu ke depan ini," kata Gus Ipul.
Dia mengklaim bahwa Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Maruf Amin berhasil menekan angka kemiskinan ekstrem. Dari yang sebelumnya 9,22 menjadi 9,03 persen. Menurutnya, angka tersebut akan lebih tinggi bilamana pandemi COVID-19 tidak melanda Indonesia.
"Tetapi kita tahu ada COVID-19 yang sehingga memang dinamika kemiskinan kita cukup fluktuatif, di mana sempat naik pada saat covid itu, tapi sekarang ini sudah turun di bawah saat sebelum COVID-19 di tahun 2019 itu 9,22 kita sekarang 9,03 jadi udah turun dibanding sebelum covid. Jadi kalau tidak ada COVID-19 mungkin penurunan kita akan lebih tajam," kata Gus Ipul.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk kelas menengah pada 2024 sebesar 47,85 juta jiwa atau sekitar 17,13 persen dari total populasi.
Jumlah ini terus mengalami penurunan sejak periode sebelum pandemi COVID-19, di mana pada 2019 porsi penduduk kelas masih sebesar 21,45 persen atau sekitar 57,33 juta jiwa dan menjadi 19,82 persen (53,83 juta jiwa) pada 2021.
“Nah, untuk yang menuju kelas menengah itu jumlahnya bertambah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 137,5 juta orang atau sebesar 49,22 persen (2024),” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Konferensi Pers Menjaga Daya Beli Kelas Menengah Sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024).
Tak seperti kelas menengah dan menuju kelas menengah yang cenderung menurun, kelompok masyarakat rentan miskin justru terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Dari paparan Amalia, tampak bahwa pada 2019 kelompok masyarakat rentan miskin sebanyak 54,97 jiwa atau 20,56 persen dari total populasi dan menjadi 67,69 juta jiwa atau 24,23 persen dari total populasi.
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2019 tercatat sebanyak 25,14 juta jiwa atau sebanyak 9,41 persen. Jumlah ini mengalami kenaikan pada 2021 menjadi 27,54 juta jiwa atau 10,14 persen. Namun turun di tahun berikutnya menjadi 26,16 juta jiwa atau 9,54 persen dan 25,22 juta jiwa atau 9,03 persen pada 2024.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Anggun P Situmorang