tirto.id - Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Ismunandar akan menggunakan pendekatan berbeda dalam pelaksanaan program Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN). Hal tersebut, ia sadari setelah melihat karakteristik mahasiswa yang kritis.
"Tentu saja kita harus melakukan pendekatan, apalagi kondisi mahasiswa saat ini yang kritis. Itu yang harus kita pentingkan ke depan," ujar dia setelah menghadiri Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Bela Negara di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).
Menurut dia, pendidikan bela negara tidak akan diterapkan secara dogmatis. Hal seperti itu dinilai justru akan menemui kegagalan dan tidak sesuai dengan kebutuhan untuk menghadapi persaingan global.
"Pendidikan ke depan yang dibutuhkan bangsa kita dan seluruh bangsa lainnya untuk berkompetisi di skala global, itu jiwa kreatif dan kritis. Justru kalau pendidikan Pancasila itu dogmatis, tidak akan mengena pada anak zaman sekarang," papar dia.
Kampus-kampus yang melaksanakan PKBN, kata dia, didorong untuk menerapkan konsep yang dialogis, supaya daya kritis mahasiswa tetap tumbuh.
"Dengan begitu justru semangat bela negara akan jauh lebih baik. Saya kira kampus-kampus kita punya formula sendiri," kata dia.
Rektor UPN Veteran Yogyakarta, Irhas Effendi menambahkan, pelaksanaan nilai-nilai PKBN baik yang termuat dalam kurikulum maupun yang bersifat ekstrakurikuler, diiringi dengan pengembangan nilai-nilai kreatifitas. Tujuannya, kata dia, untuk menjaga kritisisme pada mahasiswa.
"Kami ada kuliah yang mewajibkan berdiskusi tentang bela negara, sehingga menjamin kreatifitas terjadi. Saat PKK Bela Negara juga kami bentuk kelompok untuk menjaga iklim kritis mahasiswa yang bermuara pada penciptaaan kreatifitas yang bernilai bela negara," ujar dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali