tirto.id - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) merespons keluaran Instruksi Presiden RI Nomor 7 tahun 2008 tentang Rencana Aksi Bela Negara Tahun 2018-2019, yang salah satu programnya memuat sosialisasi anti-golput.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai tak ada yang salah dari munculnya golongan putih (golput) di masyarakat. Hal tersebut dinilai memilih dalam pemilu hanya sebuah hak, bukan kewajiban.
"Enggak ada pasal di dalam UU Pemilu atau UU lainnya yang mengatakan golput itu pidana. Memilih itu hak di Indonesia. Konsekuensi pidananya dari mana? Masa orang mau tidak memakai haknya dipidana," katanya saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/1/2019) pagi.
Namun, Fadli melihat program anti golput tersebut hanya sebagai sarana untuk menyosialisasikan pentingnya masyarakat berpartisipasi dalam pemilu. Yang tak hanya dalam konteks Pilpres saja, Pileg pun dinilai jauh lebih penting.
"Dan satu yang harus dipastikan, karena Presiden inkumben ikut berlaga dalam Pemilu 2019, program anti golput yang digagas sebagai gerakan pemerintah itu tidak dalam agenda memenangkan salah satu paslon. Tapi agenda pemerintah itu diharapkan mampu mensosialisasikan proses pemilu, dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat," kata Fadli.
Fadli menilai memang ada potensi golput dalam masyarakat, kendati tidak jelas besar atau tidaknya suara golput tersebut. Kata Fadli, untuk mengukur itu harus dilakukan riset kuantitatif yang terbaru.
Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 7 tahun 2008 tentang Rencana Aksi Bela Negara Tahun 2018-2019. Salah satu programnya adalah dengan melakukan sosialisasi gerakan anti golput dalam penyelenggaraan Pemilu melalui media sosial, seminar, iklan layanan masyarakat, ceramah, dan dialog interaktif atau diskusi.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri