Menuju konten utama

KemenPPPA Ungkap Penyebab Tawuran Berkedok Perang Sarung

Krisis identitas pada remaja disebut sebagai salah satu faktor internal penyebab terjadinya tawuran.

KemenPPPA Ungkap Penyebab Tawuran Berkedok Perang Sarung
Ilustrasi Tawuran pelajar. FOTO/Istimewa

tirto.id - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar mengatakan belakangan ini permainan perang sarung yang marak dilakukan remaja di bulan Ramadan, kini berubah menjadi tawuran atau perkelahian antar kelompok.

Tradisi perang sarung, disebut Nahar awalnya merupakan permainan para remaja untuk mengisi kegiatan di bulan Ramadan, yang biasanya dilakukan usai sahur atau salat subuh.

“Saat ini tujuannya bukan untuk bermain, mengisi waktu luang dan bersenang senang, akan tetapi tujuannya untuk melukai atau melumpuhkan lawan,” kata Nahar ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (30/3/2023).

Nahar menyatakan ada faktor internal dan eksternal yang menyebabkan para remaja memilih tawuran di bulan Ramadan. Krisis identitas, disebut Nahar sebagai salah satu faktor internal penyebab terjadinya tawuran.

“Jika para remaja tidak mendapatkan panutan yang baik atau keyakinan sendiri atas identitasnya, maka mereka cenderung mencari identitas yang sedang trend di lingkungan sekitarnya, dan apabila ia kebetulan di lingkungan yang buruk atau antar remaja dengan kekerasan, maka kemungkinan besar para remaja ini akan melakukan hal yang serupa,” jelas Nahar.

Selain itu, kontrol diri yang lemah dan ketidakmampuan menyesuaikan diri menjadi faktor internal lainnya. Hal inilah yang seringkali dirasakan remaja, sehingga tawuran dianggap sebagai sebuah solusi dari permasalahannya.

“Ketika menghadapi masalah, mereka cenderung melarikan diri atau menghindarinya, bahkan lebih suka menyalahkan orang lain, dan kalaupun berani menghadapinya, biasanya memilih menggunakan cara yang paling instan atau tersingkat untuk memecahkan masalahnya,” kata Nahar.

Untuk faktor eksternal, Nahar menilai lingkungan menjadi kunci penting penyebab anak-anak atau remaja melakukan tawuran.

“Orang tua yang tidak perhatian dengan perkembangan lingkungan anak akan membuat para remaja cenderung berteman dengan orang yang salah,” ujarnya.

Selain itu, adanya pengaruh teman sebaya akan mengikat bahwa tingkah laku kelompok harus diikuti oleh setiap anggota kelompok. Sehingga jika ada satu yang berkelahi dengan orang lain, maka teman yang lain harus ikut membelanya.

Nahar menyatakan peran Aparat Penegak Hukum (APH) sangat penting mencegah tawuran terjadi di bulan Ramadan. Ia menyatakan patroli APH berhasil menggagalkan sejumlah rencana perang sarung sehingga dapat dibubarkan.

“Tujuannya agar ada efek jera dan tidak ada korban terluka, apalagi sampai meninggal dunia,” kata Nahar.

Melihat maraknya fenomena ini, KemenPPPA mendorong penguatan peran anak, orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Penguatan peran anak dilakukan melalui Forum Anak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai pelopor dan pelapor.

“Juga para orang tua dan guru di sekolah perlu melakukan edukasi pada anak-anak agar mengisi kegiatan bermanfaat di bulan Ramadan, dan tidak melakukan perang sarung jika niatnya adalah untuk melukai lawan,” ujar Nahar.

Baca juga artikel terkait TAWURAN REMAJA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri