Menuju konten utama

Kemenkeu Sebut Sejumlah BUMN Mulai Kesulitan Cari Utang Baru

Kemenkeu mengakui sejumlah BUMN mulai kesulitan mencari utang baru seiring peningkatan utang yang sudah terjadi sebelumnya.

Kemenkeu Sebut Sejumlah BUMN Mulai Kesulitan Cari Utang Baru
Sejumlah tamu beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz

tirto.id - Kementerian Keuangan mengakui sejumlah perusahaan pelat merah mulai kesulitan mencari utang baru. Hal ini terjadi seiring peningkatan utang yang sudah terjadi sebelumnya sehingga mencapai titik tertentu yang mengakibatkan jumlahnya sudah terlalu tinggi.

“Jadi tantangan tersendiri untuk kita cari pembiayaan. Saat menyerahkan ke BUMN melakukan pembiayaan sendiri, kami tahu banyak BUMN yang kemudian sudah mulai terkendala dalam kemampuannya mencari pembiayaan yang bersifat hutang,” ucap Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Isa Rachmatarwata, Rabu (2/12/2020).

Penjelasan itu disampaikan Isa dalam agenda bertajuk “Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Keuangan dan Investasi”. Agenda ini diselenggarakan di Medan, tetapi ia menghadirinya secara virtual.

Dalam paparan Isa, fakta kesulitan mencari pembiayaan ini tampak jelas dari data rasio utang Debt to Equity Ratio (DER) sejumlah BUMN tbk. Idealnya DER harus di bawah angka 1 kali maksudnya jumlah hutang lebih kecil dari jumlah modal bersih. Jika DER di atas angka 1 maka artinya jumlah hutang melampaui modal bersih dan perlu menjadi perhatian investor. Meski demikian, Kemenkeu menilai selama masih di rentang 3x-4x maka, DER masih bisa dianggap wajar.

Dalam kasus PT Krakatau Steel, DER per 2019 mencapai 0,89 kali, tetapi pada Q2 2020 menjadi 6,05 kali. BUMN lain yang cukup tinggi peningkatannya adalah Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) dari 1,85 per 2019 menjadi 4,83 per Q2 2020.

BUMN lain juga terus meningkat tetapi tidak banyak karena sedari awal memang sudah di atas angka 1. Waskita Karya dari 3,21 di 2019 menjadi 3,42 per Q2 2020, PT PP Properti dari 2,2 di 2019 menjadi 2,9 per Q2 2020, WIKA dari 2,23 (2019) menjadi 2,7 (Q2 2020), Pembangunan Perumahan dari 2,41 (2019) menjadi 2,81 (Q2 2020). Lalu ADHI Karya dari 4,34 per 2019 menjadi 5,76 per Q2 2020).

Isa bilang saat BUMN kesulitan mencari pendanaan, peran itu memang bisa diambil oleh pemerintah. Sayangnya, pemerintah tidak bisa bergerak bebas karena harus menjaga rasio utang yang dikehendaki tiap orang harus terjaga pada level yang wajar dan sehat.

Karena keterbatasan itu, Tim Pengkaji Pembentukan LPI Kementerian BUMN Arif Budiman bilang solusinya jatuh pada Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang sedang digodok pemerintah aturan turunannya. Ia yakin SWF bakal mampu menggantikan peran BUMN yang tengah kesulitan mencari pendanaan ini dalam mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur.

“Kapasitas untuk teman-teman BUMN sudah maksimal. Jadi diharapkan adanya investasi baru dan bisa dilakukan fund bersama oleh LPI dan BUMN,” ucap Arif dalam diskusi, Rabu (2/12/2020).

Baca juga artikel terkait UTANG BUMN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz