Menuju konten utama

Kemenhub Segera Bentuk Aturan Baru Terkait Taksi Online

Kemenhub berencana secepatnya membentuk aturan baru untuk pengaturan taksi online setelah MA membatalkan sejumlah pasal di Permenhub 26/2017.

Kemenhub Segera Bentuk Aturan Baru Terkait Taksi Online
Seorang pengguna transportasi online memperlihatkan fitur aplikasi pemesanan taksi online di Jakarta, Sabtu (1/4/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Putusan Mahkamah Agung (MA), yang mencabut sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 26/2017, berpotensi mengembalikan status Taksi Online menjadi ilegal. Untuk itu, Kementerian Perhubungan berencana membentuk aturan pengganti yang baru secepatnya.

Plt Dirjen Perhubungan Darat Hindro Surahmat mengatakan, revisi peraturan sebagai pengganti ketentuan yang dicabut oleh MA itu perlu dirumuskan secepatnya agar keberadaan taksi online tetap memiliki dasar hukum.

Menurut dia, waktu yang dimiliki Kemenhub sangat singkat. Putusan MA tersebut akan segera berlaku pada 1 November 2017.

Hindro menyatakan hal ini dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Mencari Solusi Terbaik Pengaturan Taksi Online Pasca Putusan MA Atas Permenhub 26/2017" yang digelar Kemenhub di Hotel Alila Jakarta pada Selasa (5/9/2017).

"Karena kalau kami tidak segera menciptakan (aturan baru/revisi), bisa terjadi kekosongan aturan. Kalau dicabut semua, taksi online tidak punya dasar operasi, ini akan berdampak pada mereka (sopir taksi online)," kata Hindro di forum itu.

Pernyataan Hindro berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) pada 20 Juni 2017 lalu. MA memerintahkan Kemenhub mencabut 14 pasal dalam Peraturan Menteri ‎Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Alasan putusan MA, beberapa ketentuan dalam Permen tersebut bertentangan dengan UU 20/2008 tentang tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah serta UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Putusan MA Dikritik Pakar Transportasi

Saat berbicara di forum itu, pakar dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas mengkritik pertimbangan putusan MA terkait pencabutan sejumlah pasal di Permenhub 26/2017.

Menurut dia, konsideran pertama dalam putusan itu didasarkan pada UU nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM). Dia mencatat putusan MA itu didasarkan pada pasal 3, 4, 5 dan 7 dalam UU UMKM.

Padahal, sejumlah pasal Permenhub tersebut, yang dibatalkan oleh MA, mengatur aktivitas taksi dan online di Indonesia, yakni mulai dari soal tarif, kuota jumlah kendaraan hingga Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT).

"Itu enggak rasional. Kenapa yang diadili itu persoalan transportasi, dasar hukumnya UU UMKM. Kalau mau lurus berpikirnya, dasar hukumnya itu (hanya) UU Lalu lintas dan Angkutan Jalan (UU 22/2009)," kata dia. "Jadi mestinya ini cacat hukum, saya berharap ini diajukan saja ke Komisi Yudisial."

Darmaningtyas menilai putusan MA itu hanya menguntungkan perusahaan transportasi online. Alasan dia, pasal-pasal Permenhub 26/2017, yang dibatalkan oleh MA, mengatur penentuan zona wilayah operasi dalam kawasan perkotaan, kuota terkait kebutuhan angkutan, serta batas atas dan bawah tarif.

Ketentuan tersebut semula hanya berlaku bagi taksi konvensional dan kemudian juga diterapkan ke taksi online setelah aturan lama direvisi melalui penerbitan Permenhub 26/2017.

"Itu untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand. Kalau tidak ada kuota, persaingan di jalan (menjadi) tidak tepat (tidak sehat)," kata dia mencontohkan.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom