tirto.id - Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengklaim pemberian jatah kuota kursi khusus bagi anak anggota TNI/Polri di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan hal wajar dan tidak melanggar aturan.
Hamid mengatakan pemberian jatah kuota itu masuk dalam kategori alasan khusus. Dasar legalitasnya tercantum dalam Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) TK, SD, SMP, SMA dan SMK Sederajat.
Ia menjelaskan, dalam sistem zonasi yang diatur dalam pasal 15 sampai 17 Permendikbud Nomor 17 tahun 2017, disebutkan bahwa kuota alasan khusus tersebut paling banyak 5 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik.
Alasan khusus yang dimaksud ialah meliputi perpindahan domisili orangtua atau wali peserta didik karena tugas pekerjaan sebagai petugas negara, bencana alam hingga masalah sosial lainnya.
"Kemudian yang perlu alasan khusus, misalnya, anak guru. Si guru ini harus mengajar di suatu tempat. Itu bisa jadi alasan khusus. Silahkan alasan khusus ini, kalau ada diskresi kebijakan di daerah, masukan ke alasan khusus itu," kata Hamid di Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/7/2017).
Meskipun demikian, menurut Hamid, kuota untuk alasan khusus ini semestinya diprioritaskan bagi calon peserta didik yang tidak mampu.
"Tinggal itu dianggap sebagai diskresi, (sebagai) alasan khusus daerah atau tidak. Intinya masyarakat yang tidak mampu yang didahulukan, karena itu program afirmasi. (Apalagi) Masyarakat tidak mampu kan tidak pernah protes. Tidak pernah mengeluh," ungkapnya di Gedung
Inspektur Jenderal Kemendikbud, Daryanto mengatakan kuota alasan khusus dalam PPDB semestinya memang tidak diberikan untuk calon peserta didik karena alasan jabatan orang tua. Praktik itu akan menimbulkan diskriminasi bagi siswa-siswa lainnya.
"Jadi kalau versi saya, enggak boleh. Karena itu diskriminasi," ujar Daryanto.
Namun, dia mengimbuhkan, alasan jabatan orang tua sebagai petugas negara bisa menjadi dasar pemberian kuota alasan khusus dengan syarat wali siswa memang terpaksa menjalani perpindahan wilayah tugas dinas.
"Kalau karena yang bersangkutan (wali siswa) pindah-pindah, rekan-rekan tahu Aparat penegakan hukum (polisi) dan TNI punya beban yang enggak ringan juga. Jangan lagi dibebani dengan anak sekolah. Kalo cuma anaknya sendiri itu manusiawi menurut saya. Anak sendiri. Yang tidak boleh itu kalau anaknya orang lain," kata Daryanto.
Pernyataan Kemendikbud ini menjawab sorotan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap keputusan sejumlah SMA negeri di Jawa Barat memberikan jatah istimewa bagi anak anggota TNI/Polri. Keputusan itu didasari adanya MoU antara sekolah-sekolah itu dengan TNI/Polri.
ORI mengkritik praktik ini sebab kuota alasan khusus dalam PPDB seharusnya diberikan melalui jalur bina lingkungan atau memprioritaskan siswa yang rumahnya paling dekat dengan sekolah.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Ahmad Hadadi mengatakan secara teknis, kesepahaman semacam itu memang diperbolehkan. Sekolah, kata dia, berhak menentukan lembaga ataupun instansi yang strategis untuk diajak bekerjasama, termasuk TNI dan Polri.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom