tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencegah kasus penganiayaan terhadap tenaga pengajar. Bahkan, Mendikbud Muhadjir Effendi telah meminta untuk meningkatkan komunikasi antara guru dan orangtua.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso mengatakan meski ada kasus penganiayaan yang menewaskan seorang guru, namun tidak berarti sistem pendidikan di Indonesia gagal atau cacat.
Sebelumnya, kekerasan terhadap guru sempat terjadi di berbagai daerah, salah satunya menimpa Ahmad Budi Cahyono. Guru honorer itu meninggal setelah dipukul oleh muridnya di SMAN 1 Torjun, Sampang. Pelaku berinisial MH tidak terima dan memukul Ahmad usai ditegur berkali-kali.
Selain itu, Kepala Sekolah SMPN 4 di Sulawesi Utara, Astri Tampi juga dipukuli berkali-kali oleh orang tua murid karena tidak terima anaknya dihukum. Akibat pukulan itu, hidung Astri patah, tangannya luka dan kepalanya lebam.
Menurut Ari Santoso, satu kejadian tidak bisa menggeneralisasi seluruh hubungan siswa dan guru di Indonesia. Ia meminta masyarakat bisa membedakan pola pendidikan orang tua dan pola pendidikan di sekolah.
“Karena yang terjadi memang kita lihat antara pendidikan di rumah tangga dia [siswa] tidak sinkron. Menteri juga memfokuskan ke tiga sentra pendidikan. Pendidikan di keluarganya juga dipentingkan, pendidikan sekolah, dan pendidikan di masyarakat,” kata Ari saat dihubungi, Sabtu (24/2/2018).
Ari menyatakan, Kemendikbud telah melaksanakan tugasnya sebagai pembuat kebijakan. Namun, Kemendikbud memang tidak berwenang mengatur pengawasan siswa dan tenaga pengajar.
Ia menegaskan, peran orangtua harus lebih dimaksimalkan dalam mendidik anaknya. Meski menurut dia setiap orangtua juga belum tentu memiliki pengaruh yang baik terhadap anak.
“Yang paling penting adalah pendidikan di rumah karena paling banyak siswa itu di rumah. Inilah banyakan pandangan orangtua itu bahwa tanggung jawab pendidikan itu ada di sekolah. Padahal, sekolah itu hanya 8 jam,” tegas Ari.
Ari menjelaskan, Kemendikbud telah mengupayakan sosialisasi hak dan kewajiban guru secara umum kepada masyarakat. Ada sekitar 3 juta guru yang harus diberi sosialisasi dan lebih dari 50 juta siswa yang diberi pengertian. Meski tidak bisa merinci hasilnya, ia meyakini hal itu sudah dilakukan untuk memberi pengertian bahwa guru boleh menegur siswanya.
“Kita berikan pelatihan dan kita berikan itu. Kita siapkan semua ada materi-materi semua ada semua. Guru dibekali proses mengajar dan sebagainya,” tegasnya.
“Kami memang lakukan, mengingatkan memang lakukan, tapi kita enggak bisa lakukan sosialisasi ke semuanya,” lanjutnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto