Menuju konten utama

Kemenag Dituntut Berperan Aktif dalam Program Kesehatan & Vaksin

Peran Kemenag dalam membantu program kesehatan pemerintah dipertanyakan setelah Kemenkes menunda pemberian vaksin MR bagi warga yang mempersoalkan kehalalannya.

Kemenag Dituntut Berperan Aktif dalam Program Kesehatan & Vaksin
Petugas menyuntikkan vaksin Campak dan Measles Rubella (MR) pada salah satu siswa Sekolah Dasar di lingkungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 109 Sako Palembang,sumsel, Rabu (1/8/2018). ANTARA FOTO/Feny Selly.

tirto.id - Kementerian Agama diminta lebih berperan aktif membantu sosialisasi program-program kesehatan pemerintah. Peran Kemenag dinilai vital sebab masyarakat masih menganggap penting pandangan keagamaan dari pemuka agama sebelum memutuskan untuk turut serta dalam program kesehatan yang dicanangkan pemerintah.

Pernyataan itu ditegaskan Kepala Laboratorium Terapetik dan Vaksin Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adi Santoso kepada Tirto, Senin (6/8/2018). Hal itu sebagai respons terkait banyaknya masyarakat yang masih menolak program vaksinasi karena alasan kehalalan.

Semestinya, kata Adi, pemerintah memaksimalkan peran Kemenag untuk lebih aktif membantu sosialisasi program-program kesehatan pemerintah. Lebih-lebih program kesehatan yang masih memicu perdebatan di masyarakat, seperti deteksi dini HIV dan vaksinasi.

“Seperti vaksinasi atau sosialisasi deteksi dini HIV itu, kan, juga agak tidak enak karena menggunakan teknik yang demikian [dianggap tabu]. Bantuan dari sisi Kemenag saya pikir sangat membantu [untuk meyakinkan masyarakat] bahwa deteksi dini itu penting," ujar Adi.

Pakar Bioteknologi menyebut peran vital Kemenag muncul sebab masyarakat Indonesia tergolong religius. Untuk menyukseskan program kesehatan di tengah masyarakat religius, kata dia, bantuan sosialisasi oleh pemuka agama menjadi sangat penting.

Adi berkata, jika pemerintah hanya menjelaskan urgensi sebuah program kesehatan atau vaksin melalui pendekatan keilmuan, maka pelaksanaanya rentan kurang efektif. Apalagi bila hal tersebut dilakukan untuk mendorong program atau vaksin baru dan tidak familiar didengar masyarakat.

"Kalau kita hanya menjelaskan tentang ilmu pengetahuan yang melatarbelakangi sebuah penemuan vaksin dan sebagainya, saya pikir mungkin akan kurang efektif. Terutama [sosialisasi] vaksin-vaksin yang selama ini masih tanda tanya dan dipertanyakan," kata Adi.

Sosialisasi Melalui Pendekatan Agama

Peran Kemenag dalam membantu program kesehatan pemerintah dipertanyakan setelah Kemenkes menunda pemberian vaksin MR bagi mereka yang masih meragukan halal tidaknya pemberian vaksin untuk mencegah penyakit Measles dan Rubella (campak Jerman) itu.

Penundaan pemberian vaksin MR diumumkan Jumat kemarin (3/8/2018) usai Kemenkes mengadakan rapat bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keputusan diambil menyusul adanya penolakan terhadap vaksin MR, salah satunya dari MUI Provinsi Kepulauan Riau. Penolakan muncul lantaran vaksin itu belum mendapatkan sertifikasi halal dari MUI Pusat.

"Menkes RI menunda pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat muslim [yang masih meragukan] sampai ada kejelasan hasil pemeriksaan dari produsen dan ditetapkan fatwa MUI," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam siaran persnya.

Imunisasi MR dapat diberikan pada anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun selama masa kampanye. Pemberian vaksin ini masuk ke dalam jadwal imunisasi rutin segera setelah masa kampanye berakhir, diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan anak kelas 1 SD/sederajat tanpa dipungut biaya.

Kampanye Imunisasi MR massal fase dua sudah dilakukan pada Agustus-September 2017. Upaya ini untuk memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella secara cepat, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek sempat menyatakan bahwa pemberian imunisasi atau vaksin sebenarnya sudah dilakukan sesuai pertimbangan agama. Menurutnya, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi menjadi salah satu aturan yang menjadi pembenar pemberian vaksin.

"Untuk mencegah suatu kerugian, maka ini [vaksinasi] harus dilakukan, imunisasi diperkenankan," kata Nila seperti dikutip laman resmi Kemenkes.

Fatwa MUI No 4/2016 menjelaskan bahwa imunisasi dibolehkan sebagai bentuk upaya mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Akan tetapi, vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan bahan halal dan suci. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.

Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan kecuali pada kondisi darurat, belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, dan adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin halal.

Infografik CI kehalalan vaksin

Respons Kemenag

Sekretaris Jenderal Kemenag Nur Syam mengatakan, selama ini kementeriannya telah bekerja sama dengan Kemenkes dalam hal sosialisasi program kesehatan atau vaksinasi. Bantuan diberikan Kemenag melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah atau pesantren.

Nur Syam berkata, kerja sama Kemenag dan Kemenkes bisa terlihat dari penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun. Menurutnya, kedua kementerian itu rutin melakukan pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji setiap tahun. Pemeriksaan dilakukan guna memastikan tidak adanya calon jemaah yang sakit.

"Terkait dengan isu kesehatan, misalnya, vaksin Rubella ini, Kemenag bersama-sama dengan Kemenkes untuk memberikan penyadaran kepada para orang tua, misalnya melalui program pendidikan di madrasah, pesantren, dan sebagainya," ujar Nur Syam kepada Tirto.

Ia juga mengklaim bahwa selama ini Kemenag telah memasukkan materi sosialisasi vaksin atau program kesehatan masyarakat dalam kursus calon pengantin. Kursus calon pengantin merupakan program Kemenag untuk pasangan yang hendak menikah.

Nur Syam berkata, Kemenag turut memberi tahu segala hal mengenai kesehatan ibu dan anak dalam kursus calon pengantin. Tujuannya, agar calon pengantin tahu kewajiban-kewajibannya untuk menjaga kesehatan sendiri maupun keluarga.

"Ini satu kegiatan yang memiliki dua matra sekaligus: satu sisi untuk menyadarkan calon pengantin tentang kesehatan dan satu sisi lagi juga menyadarkan calon pengantin supaya mereka mematuhi kewajiban-kewajiban agama," ujar Nur Syam.

Baca juga artikel terkait SERTIFIKASI HALAL atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz