tirto.id - Pengusaha sekaligus influencer, Okta Wirawan, tengah menjadi pusat perhatian publik usai mengeluhkan soal biaya sertifikasi halal yang dibebankan kepada dirinya ditaksir mencapai ratusan miliar. Unggahan pemilik restoran ayam Almaz Fried Chicken ini pun viral di media sosial.
Lewat unggahan di akun Instagram pribadinya @oktawirawan, Okta menceritakan bagaimana perjuangannya agar usaha restoran ayam miliknya bisa mendapatkan sertifikasi halal. Sayangnya, ia mengaku terkendali akibat biaya yang dibebankan kepadanya terbilang sangat mahal, bahkan prosesnya juga disebut lama dan berbelit-belit.
Biaya yang dibebankan kepada Okta untuk mempunyai sertifikasi halal ini juga beragam. Ada yang meminta membayar puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
"Mulai dari biaya pendampingan yang bervariasi drastis—dari penawaran sebesar Rp 400 juta, Rp 78 juta, hingga Rp 56 juta," tulis Okta dalam unggahan akun Instagram pribadinya.
Tak hanya sampai situ, Okta juga menyebut ketika ia mengurusi sertifikasi halal, terdapat biaya tambahan untuk audit, sertifikat laik hygiene, hingga biaya per cabang maupun per karyawan.
“Salah satu yang membuat kami semakin mempertanyakan proses ini adalah biaya sertifikat laik hygiene yang dibebankan sebesar Rp750 ribu per karyawan dan Rp1,5 juta untuk level supervisor. Dengan jumlah karyawan dan cabang yang terus bertambah, total biaya ini menjadi sangat besar dan membuat kami menunda proses sertifikasi sementara waktu," tambah Okta Wirawan.
Jika dikalkulasikan dengan jumlah karyawan dan cabang yang terus bertambah, total biaya yang harus dikeluarkan Okta diperkirakan bisa mencapai miliaran, termasuk untuk biaya pendampingan, dan lainnya.
Mendengar keluhan Okta Wirawan, publik dibuat terkejut dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus sertifikasi halal. Tak banyak juga yang menduga bahwa adanya oknum yang mencoba memanfaatkan momentum untuk meraih keuntungan besar.
BPJPH Buka Suara Soal Biaya Urus Sertifikasi Halal
Ketua Badan Pemeriksa Halal di Indonesia (BPJPH), Haikal Hasan, angkat bicara soal keluhan masyarakat, termasuk selebgram Okta Wirawan mengenai tarif mengurus sertifikasi halal yang diisukan mahal.
Menaggapi keluhan Okta, Haikal juga menegaskan bahwa sebenarnya biaya yang dibebankan untuk mengurus sertifikat halal itu tidak semahal seperti yang menimpa Okta.
Haikal Hasan juga meminta masyarakat jika menemukan adanya oknum atau calo yang mematok harga selangit, agar melaporkannya ke BPJPH atau Badan Halal Indonesia guna ditindaklanjuti.
Ia juga sempat menemui Okta untuk meluruskan apa yang sedang terjadi. Menurut Haikal, seharusnya mengurusi sertifikasi halal itu terbilang mudah dan tidak berbelit-belit seperti yang dialami Okta.
Haikal Hasan alias Babe Haikal ini menyinggung juga soal adanya oknum LPH yang masih melakukan pungutan liar (pungli) kepada masyarakat yang ingin mengurus sertifikasi halal.
Sampai saat ini, masih ada oknum dari LPH yang memanfaatkan celah untuk menarik biaya tak masuk akal. Jika ada data dan bukti yang kuat, kami akan mengambil tindakan tegas terhadap praktik pungli ini," ujar Babe Haikal, dikutip di laman resmi BPJPH.
Berapa Biaya Membuat Sertifikasi Halal?
Mengacu pada Surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 14 Tahun 2024, biaya penerbitan sertifikasi halal untuk pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) hanya berkisar Rp650 ribu.
Harga yang dipatok itu terdiri dari biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300 ribu dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp350 ribu.
Selain itu, jika ada tambahan biaya pemeriksaan dan biaya transportasi auditor, maka pelaku UMK ini akan dibebankan tarif maksimal Rp1 juta.
Berbeda dengan pelaku UMK, bagi pengusaha dengan skala usaha menengah akan dibebankan tarif sebesar Rp5.000.000, dan skala usaha besar atau berasal dari luar negeri sebesar Rp12.500.000, ditambah registrasi sertifikat halal untuk usaha luar negeri sebesar Rp800 ribu.
Jika mengacu pada rincian di atas, maka dapat dipastikan bahwa seharusnya untuk mendapatkan sertifikat halal, pelaku usaha baik untuk skala kecil, menengah, ataupun besar tidak perlu merogoh kocek hingga puluhan juta bahkan milyaran.
Editor: Imanudin Abdurohman & Dipna Videlia Putsanra