tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut baik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang penunjukan Jaksa Agung dari pengurus partai politik. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, optimistis dengan adanya keputusan itu akan memperkuat independensi kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kami menyambut baik putusan MK dimaksud untuk memperkuat independensi Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum,” kata Ketut Sumedana saat dihubungi Tirto, Selasa (5/3/2024).
Ketut mengeklaim sejak kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, komitmen menjaga marwah Kejagung semakin kuat. Terbukti tidak ada keterlibatan partai politik. Tidak hanya itu, penegakan hukum yang dilakukan selama ini murni berdasarkan fakta hukum yang didapat penyidik.
Tidak hanya itu, dia juga menuturkan, putusan MK ini juga menjadi salah satu sinyal baik bagi anggota Kejagung untuk dapat berkarir hingga jenjang tertinggi.
“Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kepentingan penegakan hukum,” ujar Ketut.
Untuk diketahui, MK memutuskan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang itu sendiri mengenai syarat pengurus partai yang harus mundur minimal lima tahun untuk menjadi jaksa agung.
Dalam putusan terhadap gugatan Undang-Undang Kejaksaan itu, MK mengubah ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Hakim juga menambahkan syarat untuk menjadi jaksa agung adalah bukan merupakan pengurus partai politik.
“Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang- kurangnya lima tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung,” kata Suhartoyo.
Sebagai informasi, penggugat dalam perkara ini adalah seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar. Gugatan terdaftar dengan nomor 6/PUU-XXII/2024.
"Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan atau mengeluarkan putusan Menyatakan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Jovi dikutip dari dokumen permohonannya.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Intan Umbari Prihatin