tirto.id - Dulce pomum quum abest custos—Apel begitu manis ketika jauh dari jangkauan penjaga. Pepatah Latin tersebut mengandung makna universal: kita, manusia, sering kali tergiur oleh hal-hal yang sebetulnya tak dibutuhkan. Dan dalam urusan makanan, ironisnya, kondisi demikian justru malah kerap terjadi di bulan Ramadan: bulan yang sejatinya mengharuskan kita untuk belajar mengendalikan hawa nafsu, namun di saat bersamaan, hasrat untuk bersukacita malah membawa kita pada perkara mubazir dan sia-sia.
Berdasarkan data The Economist Intelligence Unit, Food Sustainability Index 2017, Indonesia tercatat sebagai produsen sampah makanan terbesar kedua di dunia, setelah Arab Saudi. Dan keberadaan sampah makanan kian berlimpah di bulan Ramadan. Sebagai gambaran, pada 2016, di Jakarta, sampah yang masuk ke TPA Bantar Gebang selama bulan suci jumlahnya 7.073 ton per hari atau meningkat sebesar 7% dari jumlah normal 6.610 ton. Jenis sampah yang meningkat itu ialah sampah rumah tangga seperti sayur-mayur, buah-buahan, serta bungkus-bungkus makanan. Adapun di Kendari, sampah yang masuk ke TPA Puuwatu meningkat hingga 20-25% sepanjang Ramadan 2017. Alasannya sama: pasokan sampah rumah tangga berlipat ganda.
Bila makanan terbuang berdampak buruk pada lingkungan, mengonsumsi makanan berlebih punya dampak buruk terhadap kesehatan. Menurut Prof. Hardinsyah, M.S., Ph.D., mengonsumsi makanan berlebih dapat menimbulkan rasa begah dan tidak nyaman pada perut. Ahli Gizi dan Ketua PERGIZI Pangan Indonesia tersebut juga menyatakan 37% penduduk Indonesia sekarang mengalami obesitas dan kegemukan.
“Ini pertanda sederhana banyak yang kelebihan konsumsi pangan terutama pangan sumber energi,” katanya kepada Tirto (3/5).
Dampak langsung dari dorongan dan perilaku konsumtif seperti itu tidak hanya menumpuknya sampah kemasan, makanan, dan masalah kesehatan, tetapi juga pemborosan pestisida yang berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hingga ancaman krisis pangan.
Pisahkan Sebelum Sayang
Berpisahlah sebelum sayang, karena jika sudah telanjur sayang akan lebih susah dipisahkan. Prinsip ini tak cuma berlaku untuk urusan hati, pisah-memisah ternyata merupakan langkah baik dalam mengurangi kebiasaan kita membuang makanan—atau justru makan secara berlebihan, terutama pada bulan puasa.
Saat makan di luar rumah, tak jarang porsi makanan yang kita dapat dirasa berlebih. Inilah yang biasanya membuat kita memaksakan diri menghabiskan makanan dengan alasan sayang. Lebih sayang mana, sisa makanan atau kesehatan? Sesungguhnya ini bukan pilihan. Keduanya wajib “disayang”, hanya saja dengan perlakuan yang berbeda.
#MakanBijak bisa menjadi solusi. Gerakan ini pertama kali ini diinisiasi oleh Mylanta® pada tahun lalu dengan mengajak lebih dari 30.000 orang untuk #MakanBijak—memisahkan makanan berlebih sedari awal, sebelum dimakan. Konsumsilah makanan sesuai porsi atau sesuai dengan kebutuhan tubuh, tidak kurang-tidak lebih.
Membawa Kotak Makan Bijak
Lalu, bagaimana nasib makanan lebih yang menunggu kepastian? Pisahkan bagian lebih itu dari makanan yang akan dikonsumsi, kemudian simpan di kotak makan kosong. Maka, tak ada lagi istilah “makanan sisa” atau “makanan mubazir”.
Jika orang-orang mulai terbiasa membawa tumbler, mengapa tidak sekaligus kotak makan? Membawa kotak makan kosong bisa jadi sebuah gerakan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dibandingkan menggunakan plastik sekali pakai, menyimpan makanan lebih dalam kotak makan tentu lebih baik, kualitas makanan pun terjaga.
Terdapat dua jenis kotak makan yang banyak tersedia di pasaran, yaitu berbahan stainless steel dan plastik. Jika menginginkan yang lebih ekonomis dan ringan, maka ambil opsi kedua. Namun jangan sembarang membeli, pastikan kotak memang layak dipakai sebagai wadah makanan—yaitu yang high-density polyethylene (HDPE), low-density polyethylene (LDPE), dan polypropylene (PP). Kemudian, agar lebih termotivasi membawanya setiap hari, pilih model dan warna atau motif sesuai kesukaan.
Sebagai ilustrator, Diela Maharanie tak ketinggalan ikut mendukung gerakan #MakanBijak. Berkolaborasi dengan Mylanta®, [WU6] ia mendesain kotak makan edisi khusus yang tak cuma bisa dipakai berulang kali, tetapi sekaligus menjadi teman #MakanBijak yang membuat siapa pun tak keberatan untuk mengajaknya turut serta ke mana saja.
Ilustrasi manis yang dihadirkan dalam kotak makan edisi khusus ini agaknya bisa juga berfungsi sebagai item fesyen yang tak boleh ditinggalkan. Kotak makan bukan sekadar wadah makanan, melainkan sebagai barang wajib yang melekat dalam gaya hidup—perempuan khususnya—sekaligus peranti fesyen yang ornamental.
Warna-warni cerah dan berani pada ilustrasi Diela menampilkan keceriaan alam sebagai simbol harmoni. Ada sepasang petani riang gembira di tengah lanskap pemandangan dan matahari yang tersenyum. Ada pula ilustrasi dua ekor burung terbang, seekor gajah sedang bermain, serta sebuah tikar dengan piring dan kotak makan setengah terisi di atasnya. Berlatar suasana piknik, tersimpan makna mendalam: alam bukanlah objek, dan manusia berhak ada di tengah alam justru karena pola hidupnya yang berkontribusi menjaga alam tetap lestari.
Kesadaran untuk #MakanBijak harus dimulai dari diri tiap pribadi agar terasa dampaknya, karena sesungguhnya #MakanBijak baik untuk perutmu, baik untuk lingkunganmu. Kepedulian terhadap kesehatan diri dan lingkungan tak cukup hanya dengan mengunggah kata mutiara di media sosial. Saatnya bagimu, bagi kita, untuk melakukan sesuatu. Toh, bagian menyenangkannya, kita bisa melakukan tindakan positif sambil tetap eksis.
Kalau kemarin masih terngiang di kepala pesan ibu: jangan lupa kotak makan dibawa pulang, kini situasinya berbeda. Mana mungkin, ‘kan mau dipakai Instastory!