Menuju konten utama
15 September 2008

Kebangkrutan Lehman Brothers yang Memicu Krisis Ekonomi Global

Tumbang tercekik
kredit. Selamat datang
senja pailit.

Kebangkrutan Lehman Brothers yang Memicu Krisis Ekonomi Global
Ilustrasi gedung Lehman Brothers. tirto.id/Sabit

tirto.id - Malam Tahun Baru 2011, Antonio Tamiozzo memilih gantung diri di gudang kecil bisnis konstruksinya, dekat kota Vicenza. Warga Italia berusia 53 itu memilih mengakhiri hidup setelah beberapa debitur tidak mampu membayar biaya proyek yang telah ia kerjakan.

Tiga minggu sebelumnya, Giovanni Schiavon mengembuskan napas terakhir dengan menembak kepalanya sendiri. Kontraktor 59 tahun ini tidak sanggup menghadapi prospek suram bisnis konstruksi keluarga yang telah berlangsung selama dua generasi. Terlebih, ia tak tahan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya.

“Maaf, saya sudah tidak tahan lagi,” tulis Giovanni dalam pesan terakhir yang ia tinggalkan untuk keluarga.

Berjarak 16.073 kilometer dari sana, Charles Hopper warga Connecticut, AS juga mengakhiri hidupnya. Ia gantung diri di garasi rumah. Pria 63 tahun ini tak tahan menghadapi tekanan keuangan serius yang menimpa. Lima tahun sebelum kematiannya, ia memangku jabatan sebagai Hedge Fund Advisory Executive di Lehman Brothers. Uang bukan masalah lantaran penghasilannya mencapai jutaan dolar per tahun.

Setelah Lehman Brothers bangkrut, Hopper berjuang selama dua tahun untuk mencari pekerjaan di tengah kondisi krisis ekonomi AS. Pekerjaan terakhir yang ia dapat di Appomattox Advisory hanya memberinya 150 ribu dolar per tahun. Selisih penghasilan yang besar membuat Hopper tak mampu membayar cicilan rumah yang membengkak karena melambungnya suku bunga kredit.

Lehman Brothers Holding Incorporation (LBHI) pernah menampung sampai dengan 25.000 karyawan di kantor cabang seluruh dunia. Perusahaan besutan trio Lehman—Henry, Mayer, dan Emanuelinimenjadi bank investasi terbesar keempat di AS sebelum akhirnya dinyatakan bangkrut pada 15 September 2008, tepat hari ini 10 tahun lalu.

Kejayaan Pudar di Generasi Ketiga

Robert Lehman adalah anggota trah Lehman terakhir yang menjadi pemimpin perusahaan. Kepemimpinan Robert selama 44 tahun mulai 1925 sampai 1969 membawa perubahan signifikan bagi perseroan. Filosofi bisnis yang meyakini pola konsumsi akan menentukan kemakmuran masa depan AS membuat Lehman Brothers Holding Inc. mampu berada di garis depan dalam mendukung industri berorientasi konsumsi massal.

Komitmen Robert dalam mengidentifiksi pertumbuhan industri AS mendorong perseroan menyalurkan pembiayaan yang masif di sektor transportasi khususnya penerbangan. Cakupan bisnis pembiayaan Lehman Brothers juga meluas, merambah industri hiburan sembari tetap menyalurkan kredit sektor ritel. Paramount Pictures, 20th Century Fox, dan Radio-Keith-Orpheum (RKO) tak luput dari sentuhan pendanaan Lehman Brothers.

Setelah generasi ketiga marga Lehman ini mangkat pada 1969 di usianya yang ke-77, pucuk pimpinan perusahaan dipegang oleh orang selain keluarga. Berpulangnya Robert meninggalkan kekosongan di perusahaan ditambah persaingan bisnis yang semakin sulit. Pada periode yang sama, Richard Fuld mulai menginjakkan kaki di kantor pusat Lehman Brothers New York. Dick—sapaan akrab Richard—kelak menjadi punggawa Lehman Brothers sekaligus orang yang membuat perusahaan berusia 158 tahun ini bangkrut.

Runtuhnya bisnis keluarga di generasi ketiga semakin menguatkan pepatah Cina "fu bu guo san dai" yang versi Amerika-nya kira-kira berbunyi "from shirtsleeves to shirtsleeves in three generations". Keduanya sama-sama bisa diartikan "kekayaan tidak pernah bertahan selama tiga generasi". Lehman Brothers Holding Incorporation (LBHI) harus berhenti beroperasi satu dasawarsa lalu karena bangkrut.

Dick Fuld menggapai singgasana tertinggi kekuasaan di LBHI setelah 25 tahun mengabdi. Jabatan CEO diemban sejak 1994. LBHI mencatatkan diri di bursa saham New York Stock Exchange. Pada puncak kejayaannya, perseroan mengumpulkan laba mencapai 1 miliar dolar AS selama tiga tahun berturut-turut periode 2000-2002.

Selang lima tahun berikutnya, Lehman Brothers diterpa krisis keuangan global. Penyebab utama runtuhnya bisnis Lehman Brothers adalah besarnya investasi kredit pemilikan rumah (KPR) yang disalurkan.

Mimpi buruk tak berujung itu bermula di suatu pagi yang cerah tahun 2001.

Suku Bunga Naik, Kredit Macet

Pada 2001, Bank sentral AS menurunkan suku bunga acuan cukup tajam menjadi hanya 1 persen. Tujuannya menggairahkan perekonomian AS yang negatif. Penurunan suku bunga acuan yang diikuti suku bunga kredit perbankan diharapkan menjadi stimulus bagi masyarakat AS. Kredit kegiatan usaha maupun konsumsi seperti KPR bisa ikut terdongkrak.

Lehman Brothers memanfaatkan rendahnya federal funds rate (FFR) dan mulai berhitung keuntungan yang akan didapat dengan investasi di pasar real estate. Benar saja, dalam waktu lima tahun berikutnya, pinjaman mencapai miliaran dolar mengalir ke pasar real estate.

Booming pasar perumahan mengubah Lehman Brothers dari perusahaan kecil menjadi bank investasi terbesar keempat di negeri Paman Sam. Pasar perumahan di AS memang sedang berkembang sejak tahun 2001 (PDF), setelah peristiwa 9/11.

Tergiur besarnya keuntungan, Lehman Brothers juga menyalurkan KPR kepada masyarakat berpenghasilan rendah maupun tidak tetap—yang disebut sebagai subprime mortgage. Kategori ini memiliki risiko besar menyumbang kredit bermasalah karena ketidakmampuan membayar cicilan.

Dibutakan oleh hitungan keuntungan, LBHI tetap menyalurkan pembiayaan sektor subprime mortgage. Alasannya sederhana. Jika konsumen memiliki risiko gagal bayar yang tinggi karena skor kreditnya rendah, maka bunga kredit yang dikenakan terhadap nasabah tersebut lebih tinggi dibanding rata-rata. Bagi perseroan, itu artinya keuntungan. Meski di saat yang bersamaan, risiko kredit macet mengintai.

Gagal bayar debitur juga menjadi keuntungan sendiri bagi Lehman Brothers. Asumsinya: bila nasabah gagal bayar hipotek, huniannya bisa disita dan menjadi aset Lehman Brothers. Setelahnya, rumah itu bisa dijual kembali oleh perseroan dengan harga bersaing. Dengan kata lain, tidak ada istilah merugi (PDF).

Hitungan di atas kertas itu perlahan berubah di lapangan. The Federal Reserve mulai menaikkan tingkat suku bunga acuan pada 2004. Ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi. Naiknya FFR memengaruhi kenaikan bunga dan cicilan KPR. Imbasnya, masyarakat kategori subprime mortgage adalah yang pertama menyatakan ketidaksanggupan membayar cicilan rumah.

Pengembang yang sudah terlanjur membangun properti dalam jumlah besar harus mengalami penurunan permintaan, karena bunga KPR tak lagi murah. Kombinasi properti baru yang belum terjual dan hunian hasil sita bank membuat pasar properti "kembung" alias "bubble". Harga properti AS pun mulai turun.

Nyatanya, penurunan harga ini justru membawa efek mengerikan. Masyarakat yang masih terikat KPR memiliki beban cicilan utang semakin besar kepada bank lantaran kenaikan bunga. Di sisi lain, nilai rumah mereka semakin turun. Akibatnya, banyak timbul kasus utang KPR di bank lebih besar dibanding nilai rumah.

Masyarakat AS mulai enggan membayar cicilan rumah karena secara ekonomi tidak masuk akal. Siapa pula yang mau membayar 600 juta dolar AS untuk barang senilai hanya 400 juta dolar AS?

Efek berikutnya sudah bisa ditebak: KPR mandek, hunian di sita dan dilempar kembali ke pasar. Fenomena banjir properti muncul kemudian.

Infografik Mozaik Lehman Brothers

Memicu Krisis Global

Pengumuman bangkrutnya Lehman Brothers membuat pasar saham tertekan. Pembukaan perdagangan di Wall Street diwarnai kepanikan karena Dow Jones Industrial Average (DJIA) langsung jatuh 300 poin setelah pengumuman tersebut. Saham perusahaan itu terpangkas 93 persen menjadi 26 sen per saham.

Secara keseluruhan, DJIA ditutup turun 4,4 persen setara 504 poin. Indeks Nasdaq Composite juga terpangkas 3,6 persen yang merupakan penurunan terburuk sejak 24 Maret 2003. Di Eropa, indeks FTSE London turun 3,92 persen. Indeks Paris CAC 40 turun 3,78 persen—posisi terburuk sejak peristiwa teror 9/11 tahun 2001.

“Bisa saya katakan bahwa ini adalah pekan paling serius yang kami alami selama setahun terakhir,” kata Simon Denham dari Capital Spreads, Inggris.

Berjarak 16.164 kilometer dari New York, Bursa Efek Indonesia juga terguncang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan penurunan 4,7 persen setara 84,81 poin ke level 1.719,25. Ini merupakan posisi terendah sejak 7 Maret 2007. Aksi jual bersih alias net sell dilakukan investor dengan melepas 444.776.992 unit saham.

Kejatuhan Lehman Brothers yang memicu krisis keuangan global masih menggema hingga saat ini. Krisis tersebut bahkan diidentifikasi sebagai "guncangan seismik" abad 21 selain serangan teroris 11 September 2001. “Jika serangan 11 September menyebabkan perang, maka kebangkrutan Lehman berdampak terhadap perhitungan ekonomi dan politik. Seperti halnya pertempuran [dengan teroris] terus berlanjut, perhitungan itu juga masih belum selesai,” tulis The Economist.

Sama seperti penyebab krisis keuangan yang banyak dan beragam, begitu pula konsekuensinya. Salah satunya adalah perubahan sistem keuangan. Imbas krisis global 2008 adalah kuatnya pendanaan bank dengan lebih banyak ekuitas dan sedikit utang. Industri perbankan mengurangi ketergantungan pada dana panas dari pasar untuk mendapat pendanaan. Pengawasan yang dilakukan regulator juga semakin meningkat.

Di tingkat makroekonomi, perlambatan pertumbuhan ekonomi global berpotensi terjadi. Bertumbuhnya utang dan kenaikan suku bunga yang dipelopori bank sentral AS akan memperburuk kerentanan keuangan laten. “Kerentanan ini termasuk tingkat utang global yang mencapai 230 persen PDB. Angka itu jauh di atas tingkat pra-krisis,” tulis Kevin Lynch, kontributor The Globe and Mail.

Baca juga artikel terkait KRISIS EKONOMI atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Ivan Aulia Ahsan