Menuju konten utama

Kebakaran Kyoto Animation: Pelaku Berteriak "Mati" Sebelum Beraksi

Terduka pelaku pembakaran Studio Kyoto Animation sempat berteriak "mati kau" sebelum melakukan aksinya.

Kebakaran Kyoto Animation: Pelaku Berteriak
Gedung Kyoto Animation Studio yang terbakar Jumat, 19 Juli 2019, di Kyoto, Jepang. Jae C. Hong/AP

tirto.id - Shinjin Aoba (41), terduga pelaku pembakaran studio Kyoto Animation (KyoAni) Jepang diduga membakar studio itu terkait isu pencurian dan dendam.

Dikutip dari Associated Press, Aoba kini masih dirawat di rumah sakit. Dia diduga membakar KyoAni karena mengira mereka mencuri novel. Tidak ada detail mengenai apakah Aoba memiliki hubungan dengan KyoAni sebelumnya.

Meski dugaan mengarah pada aksi dendam, kepolisian belum dapat memastikan motif Aoba melakukan pembakaran tersebut.

Kebakaran terjadi sekitar pukul 10.30 pagi pada Kamis (18/7/2019) di studio Animasi Kyoto. Petugas pemadam kebakaran butuh hampir lima jam untuk memadamkan api.

Terduga pelaku itu dilaporkan terlihat menuangkan cairan yang mudah terbakar di dalam gedung sebelum terbakar. Saksi mata juga mengatakan dia terdengar berteriak "mati" dalam bahasa Jepang.

Hideaki Hatta, presiden KyoAni mengatakan, “Mereka menuju kantor kami dan kantor departemen penjualan lalu berkata, ‘mati kau!” ujarnya, dikutip NHK.

Ia juga mengaku mendapat email berisi ancaman beberapa waktu lalu sebelum kejadian. Kyoto Animation merupakan salah satu studio anime yang terkenal di luar Tokyo, pusat animasi Jepang. Karyanya yang terkenal diantaranya Haruhi Suzumiya, K-On!, dan sedang dalam proses peluncuran Violet Evergarden.

Profesor Universitas Meiji, Ryusuke Hikawa mengatakan, Nama Kyoto Animation adalah brand kuat dengan penyutradaraan dan teknik produksi epik. Ia juga menambahkan KyoAni adalah studio sukses pertama diluar Tokyo.

Peristiwa ini membuat 35 orang luka disamping korban meninggal, beberapa dalam keadaan kritis. Sebagian besar korban adalah pekerja di KyoAni, yang berdiri sejak 1981.

Kepala kepolisian Kyoto, Hideto Ueda meletakkan bunga di trotoar depan KyoAni dan diikuti oleh masyarakat sekitar sebagai bentuk dukungan dan belasungkawa atas para korban. Ia berjanji akan mengusut tuntas peristiwa ini, yang ia sebut belum pernah terjadi sebelumnya dan tak bisa dimaafkan.

Reuters melaporkan, 15 korban masih berusia 20-an dan 11 lainnya berusia 30-an tahun. Enam orang berusia sekitar 40-an dan seorang berusia lebih dari 60 tahun.

Nama-nama dari para korban belum dirilis sampai hari ini. KyoAni memiliki total 160 pegawai, dan saat kejadian berlangsung ada 70 pegawai di kantor tersebut.

Kemarahan penggemar terhadap kejadian ini juga tertuang di media sosial lewat gerakan tagar #PrayForKyoAni di twitter. Salah seorang penggemar, Bing Xie, seorang pelajar di Kyoto University mengatakan ia tidak bisa memaafkan pelaku.

“Pelaku kelihatannya memiliki gangguan mental, tapi aku tidak bisa memaafkannya. Orang-orang muda di Kyoto Animation rupawan dan ramah, dan sulit membayangkan mereka kini sudah tidak ada,”

Polisi mengungkapkan sebagian besar korban terjebak di tangga karena asap tebal mengganggu pernapasan dan pandangan mata. Asap dan bau kebakaran sangat mengganggu tetangga di kawasan tersebut.

Peristiwa kebakaran ini menambah daftar panjang pembunuhan massal di Jepang. Mei lalu, seorang pria meneror bus sekolah dan menusuk beberapa anak dari sekolah swasta di Kawasaki, dekat Tokyo. 13 orang terluka dan seorang anak berusia 11 tahun dan Pria berusia 39 tahun meninggal dalam insiden tersebut, BBC mencatat.

Pada 2016, seorang mantan pegawai membunuh 19 orang di sebuah panti disabilitas, dan korban luka mencapai lebih dari 20 orang.

Nobuo Komiya, seorang profesor kriminologi di Universitas Rissho menyebut serangan tersebut sebagai “terorisme bunuh diri”, yang mana penyerang melihat diri mereka sebagai pecundang dan mereka marah terhadap masyarakat, yang terlihat bahagia dan sukses, BND News mewartakan.

“[Pelaku] merasa marah terhadap orang-orang yang mereka pikir sebagai pemenang, mereka cenderung memilih orang-orang istimewa sebagai target,” kata Komiya. “Mereka pikir mereka tidak akan rugi, mereka tidak peduli jika mereka tertangkap atau mati,”

Mereka adalah bagian dari tren yang merefleksikan perubahan sosial di Jepang, yang mana kesenjangan bertumbuh dan dan ikatan keluarga, komunitas, dan kelompok vital lainnya mulai kendor.

Komiya melanjutkan, Jepang seharusnya tidak lagi puas dengan keamanannya dan meniru AS dan Eropa dalam menerapkan hukum dan memanajemen resiko sosial semacam ini.

Seperti halnya tersangka KyoAni yang berteriak, “Mati Kau!” ketika ia mulai menyemprotkan cairan pemicu api dan menyalakan api. Kebakaran terjadi dan api menyebar dengan cepat di seluruh gedung.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora