tirto.id - Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali mengatakan penonaktifan Lurah Grogol Selatan Asep Subahan supaya lebih fokus menjalani pemeriksaan terkait penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atas nama buronan Djoko Soegiarto Tjandra.
"Jadi yang menonaktifkan atasnya langsung yakni Camat Kebayoran Lama, dan camat sudah lapor ke saya," kata Marullah dikutip dari Antara, Jumat (10/7/2020).
Marullah menyebutkan sejak penerbitan KTP elektronik buronan Kejaksaan Agung di Kelurahan Grogol Selatan, banyak instansi dan pihak-pihak yang meminta keterangan Lurah Grogol Selatan untuk pemeriksaan lebih lanjut termasuk pihak inspektorat.
Agar pelayanan administrasi di Kelurahan Grogol Selatan tetap berjalan maksimal, maka Asep Subahan selaku Lurah dinonaktifkan dari jabatanya untuk bisa menyelesaikan pemeriksaan yang dijalaninya.
"Secara umum, ini banyak kaitannya, jadi banyak instansi mau tahu, tugas lurah banyak, kalau dia [lurah] repot mengurus dipanggil sana, dipanggil sini layanan terbengkalai, makanya sementara urus respon dulu yang mau cari keterangan dari dia," kata Marullah.
Sementara itu, Camat Kebayoran Lama Aroman Nimbang mengatakan penonaktifan Asep Subahan dari jabatan Lurah Grogol Selatan sesuai keputusan Wali Kota Jakarta Selatan pada 9 Juli 2020.
"Keputusan penonaktifan keluar 9 Juli 2020, mulai nonaktifnya terhitung hari ini tanggal 10 Juli," kata Aroman.
Aroman menyebutkan Asep Subahan hanya dinonaktifkan dari jabatan lurah karena ada pemeriksaan dari inspektorat terkait dugaan pelanggaran administrasi buntut dari penerbitan KTP elektronik buronan Bank Bali Djoko Tjandra.
Selama dinonaktifkan, Asep Subahan tetap menjalankan tugas sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan sembari menyelesaikan pemeriksaan dari inspektorat, sedangkan tugas dan fungsi lurah dialihkan kepada pelaksana tugas.
"Sementara dibebastugaskan dalam proses pemeriksaan inpektorat, tapi bukan dicopot, hak sebagai lurah, jabatannya masih lurah, tapi dibebastugaskan sementara," kata Aroman.
Sebelumnya, koruptor 'kakap' Djoko Tjandra diketahui membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020 dalam waktu yang singkat, tak sampai satu jam. Dengan KTP tersebut buronan Kejaksaan Agung tersebut mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari yang sama.
Meski berstatus buronan, Djoko Tjandra disebut-sebut juga hadir saat perekaman data KTP di kantor kelurahan. Ketika dia hadir yang didampingi pengacara, seluruh kamera pengintai CCTV di kantor kelurahan tersebut mati atau tidak berfungsi.
Sidang PK digelar Senin kemarin, tapi Djoko Tjandra tidak hadir. Pengacara bilang kliennya sedang dirawat di klinik di Malaysia, terhitung 1-8 Juli. Sidang ditunda dan dijadwalkan ulang pada 20 Juli nanti.
Dalam kasus ini negara rugi Rp904 miliar akibat pencairan tagihan tanpa prosedur jelas dari Bank Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ke Bank Bali. Rp546 miliar di antaranya mengalir ke kantong pribadi Djoko Tjandra dengan dalih kompensasi pengalihan tagihan dari Bank Bali.
Dia ditahan hampir setahun, tepatnya pada 29 September 1999 sampai Agustus 2000. Setahun kemudian, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi tapi hakim menolaknya. Kejagung mengajukan peninjauan putusan kasasi delapan tahun kemudian. Hakim MA memenangkannya. Tapi sehari sebelum hakim mengetok palu, tepatnya pada 10 Juni 2009, Djoko Tjandra melarikan diri dari Indonesia.
'Kelihaian' Djoko Tjandra juga tampak dari cara dia 'mengelabui' Imigrasi sehingga bisa masuk Indonesia. Yasonna H Laoly, Menteri Hukum dan HAM, mengatakan Imigrasi tak mendeteksi orang masuk dengan nama Djoko Tjandra. Ada dugaan ia mengganti nama: dari Djoko Soegiarto Tjandra menjadi Joko Sugiarto Tjandra. Hal itu diketahui setidaknya dari berkas putusan perkara di Mahkamah Agung (MA) nomor 12 PK/Pid.Sus/2009.