Menuju konten utama

Kasus Jiwasraya Disarankan Dibahas Panja DPR daripada Bentuk Pansus

Said Abdullah, anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP mendorong pembentukan panja daripada pansus terkait kasus Jiwasraya.

Kasus Jiwasraya Disarankan Dibahas Panja DPR daripada Bentuk Pansus
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2019-2024 dari Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah memegang palu pimpinan usai rapat penetapan Ketua Banggar di ruang Banggar, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/10/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.

tirto.id - Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Said Abdullah menilai tidak tepat pembentukan panitia khusus (pansus) untuk membantu menyelesaikan permasalahan dugaan korupsi yang terjadi di Jiwasraya. Salah satu alasannya karena akan terlalu banyak kepentingan politik bila DPR membentuk pansus.

Menurut Said, DPR RI bisa membentuk panitia kerja (panja) antara Komisi XI dan Komisi VI yang memang menaungi di bidangnya masing-masing.

"Cukup panja. Komisi VI dari sisi kinerjanya, Komisi XI dari sisi finansialnya. Itu akan lebih efektif. Kalau pansus kerjaannya tahu sendiri kan, pasti "tebel" politiknya. Yang dicapai juga apa? Kalau panja lebih tajam, kami sudah minta sekarang BPK masih proses audit investigatif," kata Said saat ditemui di Kantor PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).

Apalagi, kata Said, proses hukum kasus Jiwasraya sudah dijalankan oleh Kejaksaan Agung. Ia menilai pembentukan pansus hanya sekadar cari panggung para anggota dewan.

"Kalau sekadar cari panggung, jangan begitu dong. Kan, kita cari penyelesaian masalah. Nah kalau ingin menyelesaikan masalah dengan baik, maka harus panja. Tidak bisa tidak," kata dia.

Politikus asal Madura ini menilai jika untuk menginvestigasi keuangan kasus Jiwasraya cukup mengandalkan BPK yang dari sisi auditor lebih kompeten.

"Kalau pansus, dua tahun belum tentu selesai. Kan kita ingin menyelamatkan para pemegang polis. Ingin menyelesaikan ini. Maka panja yang paling pas. Masalah hukumnya di Kejagung dan audit BPK menjadi acuan," kata dia.

Dalam kasus Jiwasraya ini, Kejaksaan menduga ada tindak pidana korupsi sejak 2014 sampai 2018.

Jiwasraya melalui unit kerja pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis menjual produk JS Saving Plan dengan tawaran persentase bunga tinggi (cenderung di atas nilai rata-rata), berkisar antara 6,5 persen sampai dengan 10 persen, sehingga memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp53,27 triliun.

Potensi kerugian negara dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp13,7 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz