tirto.id - Karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) sekitar 100 orang melakukan demonstrasi berupa aksi damai di depan kantor pusat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta Pusat. Kali ini mereka menuntut agar BPJS mereka diaktifkan kembali.
Para pekerja mempertanyakan alasan pemblokiran jaminan kesehatannya. “Pihak BPJS Kesehatan seharusnya mengklarifikasi kepada Freeport penyebab BPJS kami dinonaktifkan,” ujar Koordinator Karyawan PTFI Tri Puspita, Senin (13/8/2018).
Semestinya, lanjut Tri, pihak BPJS tidak menerima begitu saja alasan pemblokiran dari perusahaan. Tri menyatakan keputusan Freeport memberhentikan BPJS Kesehatan para karyawan tidak dengan dalih yang tidak tepat.
Kemudian, layanan kesehatan para pegawai seharusnya masih tetap dibayarkan oleh Freeport selama enam bulan setelah adanya keputusan PHK.
Namun, tambah Tri, baru satu bulan usai di-PHK sepihak, BPJS mereka dihentikan dengan alasan para pegawai mangkir kerja. “Seharusnya masih sampai Oktober 2017 kami masih punya hak menerima BPJS,” kata dia.
PHK para karyawan pun tidak melalui jalur hukum yaitu tidak ada keputusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang bersifat tetap ihwal pemberhentian kerja.
Aksi mogok kerja itu pun tidak bertentangan dengan perjanjian kerja bersama antara perusahaan dengan pegawai. Dalam perjanjian tersebut, mereka dianggap mangkir jika tidak ada keterangan apapun selama lima hari. “Surat aksi pemogokan kerja sudah disampaikan pada 1 Mei 2017 kepada pihak perusahaan,” Eko Pribadi, salah satu pegawai konstruksi Freeport.
Namun, lanjut Eko, surat mereka tidak ditanggapi oleh perusahaan. “Kemudian Freeport mengeluarkan interoffice memorandum yang menyatakan aksi mogok tersebut ilegal,” jelas dia.
Diketahui, sebanyak 8.300 pekerja dari kontraktor, subkontraktor, dan pegawai langsung Freeport dipecat secara sepihak oleh perusahaan. Sudah 15 bulan para pekerja tetap melakukan aksi mogok hingga semua hak mereka dipenuhi.
Freeport Indonesia mengeluarkan kebijakan strategis berupa program efisiensi ‘Furlough’ dengan dalih bahwa perusahaan merugi akibat tidak dapat menjual hasil konsentrat. Sehingga harus terjadi pengurangan pegawai.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri