tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mengeluarkan kebijakan tak ada lagi kewenangan melakukan penyidikan bagi 1.062 kepolisian sektor (polsek).
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: Kep/613/III/2021 tentang Penunjukan Kepolisian Sektor Hanya untuk Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat pada Daerah Tertentu (Tidak Melakukan Penyidikan).
Berkas bertanggal 23 Maret 2021 itu dibenarkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
"Ya," ujar Sigit ketika dikonfirmasi, Rabu (31/3/2021).
Keputusan tersebut dalam rangka menindaklanjuti program prioritas Kapolri yang disampaikan pada kegiatan Commander Wish, 28 Januari 2021.
Selain itu, keputusan ini memperhatikan usulan dari Kepolisian Daerah perihal penunjukan Kepolisian Sektor hanya untuk pemeliharaan kamtibmas dan bukan melaksanakan penyidikan perkara.
Kedua, program prioritas Kapolri bidang transformasi, penataan kelembagaan, penguatan Kepolisian Sektor dan Kepolisian Resor sebagai lini terdepan pelayanan Polri dengan rencana aksi mengubah kewenangan Kepolisian Sektor. Dan ketiga, pertimbangan dan saran staf Mabes Polri.
"Polsek yang tidak melakukan penyidikan dalam hal kewenangan dan pelaksanaan tugasnya, memedomani Surat Kapolri Nomor: B/1092/REN.1.3/2021 tanggal 17 Februari 2021 perihal direktif Kapolri tentang kewenangan Polsek tertentu," tulis Sigit.
Berikut daftar 1.062 Polsek dalam Keputusan Kapolri:
1. Aceh: 80 Polsek
2. Sumatera Utara: 19 Polsek
3. Sumatera Barat: 22 Polsek
4. Riau: 20 Polsek
5. Jambi: 15 Polsek
6. Sumatera Selatan: 22 Polsek
7. Bengkulu: 15 Polsek
8. Lampung: 16 Polsek
9. Kepulauan Bangka Belitung: 21 Polsek
10. Kepulauan Riau: 9 Polsek
11. Jawa Barat: 81 Polsek
12. Jawa Tengah: 129 Polsek
13. DI Yogyakarta: 4 Polsek
14. Jawa Timur: 209 Polsek
15. Banten: 8 Polsek
16. Bali: 1 Polsek
17. Nusa Tenggara Barat: 8 Polsek
18. Nusa Tenggara Timur: 25 Polsek
19. Kalimantan Barat: 27 Polsek
20. Kalimantan Selatan: 59 Polsek
21. Kalimantan Tengah: 16 Polsek
22. Kalimantan Timur: 5 Polsek
23. Kalimantan Utara: 10 Polsek
24. Sulawesi Utara: 26 Polsek
25. Sulawesi Tengah: 20 Polsek
26. Sulawesi Selatan: 14 Polsek
27. Sulawesi Tenggara: 15 Polsek
28. Gorontalo: 14 Polsek
29. Sulawesi Barat: 33 Polsek
30. Maluku: 17 Polsek
31. Maluku Utara: 10 Polsek
32. Papua: 80 Polsek
33. Papua Barat: 12 Polsek
Penghapusan kewenangan penyidikan di tingkat polsek sempat diusulkan Menkopolhukam Mahfud MD pada Februari 2020 lalu. Kala itu Mahfud ingin menghilangkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di level kepolisian sektor (polsek)--tingkat kecamatan.
Mahfud mengatakan hal ini berguna agar "polsek tidak cari-cara perkara". "Polsek, kan, seringkali pakai sistem target," katanya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/2/2020) lalu. Sistem target muncul karena "kalau enggak pakai pidana, dianggap tidak bekerja".
Tugas polsek diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkapolri) Nomor 23 Tahun 2010. Aturan tersebut juga mengatur tugas dan fungsi kepolisian resor alias polres.
Pada pasal 78, disebutkan polsek bertugas menyelenggarakan "keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta tugas-tugas Polri lain dalam daerah hukumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Untuk menjalankan tugas itu, menurut pasal 79, polsek menyelenggarakan fungsi, di antaranya, "penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan", "penyelenggaraan fungsi intelijen di bidang keamanan", "pengamanan kegiatan masyarakat", serta "penyelidikan dan penyidikan tindak pidana".
Fungsi yang disebut terakhirlah yang mau dihapus Mahfud. Untuk perkara-perkara pidana, Mahfud ingin itu dilakukan di level kepolisian resor (polres)--tingkat kabupaten/kota.
Mahfud lantas mengatakan "pidana yang kecil-kecil", misalnya maling ternak, "harusnya diselesaikan dengan restorative justice, perdamaian, kekeluargaan."
"Jangan apa-apa KUHP dan KUHAP sehingga orang mencuri semangka saja dihukum dengan KUHP," kata Mahfud.
Kebijakan ini disambut baik beberapa pihak, dan ada juga yang memberi beberapa catatan.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea Poeloengan mengatakan kebijakan ini harus segera direalisasikan karena berdampak positif dari sisi ekonomi, aspek pengawasan hingga bisa lebih mendekatkan polisi dengan masyarakat.
Sementara itu, Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengkritisi tujuan Mahfud yang ingin polisi lebih mengutamakan keadilan restoratif.
Menurutnya, keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara yang melibatkan semua pihak dan menekankan kepada penyelesaian yang adil dan pemulihan, tidak dapat direalisasikan hanya dengan cara penghapusan satu wewenang polisi, apalagi di tingkat bawah.
Agar keadilan restoratif tegak, pemerintah juga harus mengevaluasi bagaimana perekrutan, pendidikan dan pelatihan, termasuk pengawasan terhadap polisi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto