tirto.id - Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar merespons pernyataan Menkopolhukam Wiranto terkait wacana mempidana orang yang kampanye golput dengan UU ITE.
"Sepanjang tidak membuat kekacauan atau mengganggu atau tidak menyebabkan hilangnya hak orang lain untuk memilih, tidak dapat dipidana," kata Ficar saat dihubungi Tirto, Rabu (27/3/2019).
Menurut dia, orang dapat dipidana terkait pemilu yakni saat menganggu jalannya pemilu, menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih, dan tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Ia menegaskan, mengkampanyekan golput bukan pidana.
Dalam Pasal 510 UU 7/2017 tentang Pemilu disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24 juta."
Sebelumnya diberitakan, Wiranto mengatakan orang yang mengajak untuk tidak menggunakan hak pilih alias golongan putih (golput) saat 17 April nanti, dapat dikenakan sanksi.
Sanksi tersebut diberikan, menurut Wiranto, menilai tindakan mengajak golput sama saja mengacaukan Pemilu 2019.
"Kalau mengajak golput itu yang namanya mengacau. Itu kan mengancam hak kewajiban orang lain. UU yang mengancam itu. Kalau UU terorisme tidak bisa, ya UU lain masih bisa. Ada UU ITE bisa, UU KUHP bisa, Indonesia kan negara hukum," ujar Wiranto saat di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
Wiranto menuturkan, terdapat beberapa UU yang dapat menjerat seseorang jika mengajak golput, salah satunya termasuk UU Terorisme.
Namun, kata Wiranto, jika UU Terorisme tidak bisa menjerat pihak yang mengacaukan pemilu, maka masih ada UU ITE dan KUHP). Wiranto mengaku, saat ini tengah mendiskusikan UU yang dapat menjerat orang yang mengajak golput.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali