tirto.id - Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak malu-malu memperlihatkan kabinet bayangan yang diisi para pendukungnya. Dalam sebuah kesempatan, Prabowo menyebut sejumlah nama dari koalisinya yang akan dibawa ke kabinet jika dia menang di pilpres 2019.
Upaya Prabowo menunjukkan kabinetnya dianggap bukan semata karena yakin menang, tapi juga sebagai upaya mencegah pemilih absen memberikan suara pada Pilpres 2019 alias golput.
Ketua lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Very Junaidi mengatakan, penyebutan nama menteri bisa membuat orang punya pertimbangan dan keyakinan lebih untuk memilih.
“Menurut saya, ini satu hal yang baik. Ini cara yang bagus, jadi dalam rangka membujuk publik memilih dengan cara memilih Prabowo berarti memilih paket lengkap,” kata Very kepada reporter Tirto, Jumat (29/3/2019).
Dengan ini, masyarakat bisa mendapat pendidikan politik bahwa pemerintahan tidak berjalan hanya dengan sosok capres dan cawapres. Banyak orang di bawah mereka yang lebih menentukan arah kebijakan pemerintahan.
Pernyataan Prabowo ini juga bisa dianggap salah satu cara memangkas politik transaksional. Seringkali kabinet yang disusun hanya berdasar asas pertemanan dan balas budi, bukan karena kompetensi.
Dengan penyebutan nama menteri, kata Very, masyarakat bisa menilai apakah Prabowo sekadar membalas budi atau memang kompeten menjalankan pemerintahan dengan pilihan kabinetnya.
“Hanya saja memang tidak ada jaminan bahwa nama-nama ini akan dipilih, atau ada perubahan lagi. Tapi sebagai satu informasi di awal itu cukup baik. Justru di model kampanye harusnya yang dimunculkan model-model begini,” ucap Very.
Penilaian serupa disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Menurut Titi, langkah transparansi kabinet ini bisa makin memantapkan pilihan mereka yang akan memilih Prabowo.
Sebab selama ini, kata Titi, program keduanya tak banyak terlihat. Dengan adanya calon menteri, arah kebijakan pemerintah mendatang bisa terlihat.
“Pemilih bisa membayangkan dengan lebih utuh, konfigurasi kekuatan politik yang akan bekerja merealisasikan janji-janji pemilu capres-cawapres. Dengan komposisi kabinet di awal kita bisa membayangkan kompetensi mereka,” kata Titi kepada reporter Tirto.
LSM Mendukung Keterbukaan
Beberapa pihak yang selama ini tidak puas dengan kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin ataupun Prabowo-Sandiaga Uno juga sepakat: anggota kabinet bisa memantapkan pilihan politik.
Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri menilai pemaparan kabinet berfungsi mencegah hal seperti penunjukan Wiranto atau Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan oleh Jokowi.
Jika sejak awal Kontras tahu bahwa Wiranto akan dijadikan Menko Polhukam, Arif berkata Kontras tentu akan menolak. Penolakan itu bahkan masih ada hingga sekarang.
“Jangan semata-mata misalnya untuk politik transaksional, mereka mengangkat orang tak berkompeten, atau terlibat isu pelanggaran HAM, dan sebagainya,” kata Arif kepada reporter Tirto.
Namun, transparansi terkait kabinet bayangan ini bukan tanpa soal. Bisa jadi, transparansi ini kontraproduktif bagi paslon yang bersangkutan, karena tidak semua figur bisa diterima seluruh elemen masyarakat. Meski begitu, transparansi bisa berkontribusi mencegah golput.
Ini seperti dikatakan Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu A. Pradana. Ia menyoroti penyebutan Zulkifli Hasan dalam rencana kabinet Prabowo.
Wahyu berkata Walhi akan mati-matian menentang Zulkifli jika kembali diposisikan sebagai Menteri Kehutanan, lantaran Walhi merasa Zulkifli punya rekam jejak tak bagus semasa menjadi menteri di era SBY.
“Kalau dibuka nama orangnya, kami bisa cek track record-nya," kata Wahyu kepada reporter Tirto. "Kalau tidak terbuka dari awal transaksionalnya lebih sulit diprediksi."
Jokowi-Ma'ruf Enggan Buka Calon Menteri
Waketum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Sufmi Dasco Ahmad menilai penyebutan nama-nama ditujukan buat meyakinkan massa bahwa kabinet Prabowo-Sandiaga akan diisi orang-orang yang memiliki kapabilitas.
"Nama yang disebut-sebut itu, kan, adalah orang yang mempunyai kapabilitas dan juga mempunyai basis massa, serta layak, dan menguasai dan berkiprah di bidangnya masing-masing," kata Dasco saat dihubungi reporter Tirto.
Ia juga menilai penyebutan nama itu supaya publik tahu dan memilih calon presiden dan wakil presiden sekaligus orang-orang yang akan membantu sukseskan kinerjanya nanti.
“Itu sebagian nanti dinilai publik apakah dia layak atau tidak, kan, begitu kira-kira. Kami bilang bukan sebagai taktik merebut suara, tapi kenyataannya memang begitu,” katanya.
Hal ini sesuai dengan harapan sebagian orang yang ingin tahu arah pembangunan Prabowo-Sandiaga ataupun Jokowi-Ma'ruf.
Meski begitu, langkah Prabowo-Sandiaga membuka calon menterinya tak diikuti Jokowi-Ma’ruf. Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Maruf, Usman Kansong malah mengatakan Jokowi tidak akan berbuat serupa dan baru menyebut nama calon menteri setelah resmi terpilih menjadi presiden untuk kedua kalinya.
“Paling yang disebut Pak Jokowi, semisal, akan ambil menteri dari kalangan muda. Itu pun tak akan menyebut nama,” kata Usman saat dihubungi reporter Tirto.
Usman meyakini tak ada relevansinya antara penyebutan nama calon menteri dengan pengaruh elektabilitas paslon. Ia mengatakan dengan banyaknya survei yang menghasilkan elektabilitas Jokowi selalu unggul dari Prabowo sehingga penyebutan calon nama menteri tak akan berpengaruh.
“Intinya tak akan menyebut menteri atau nama,” kata Usman.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih