Menuju konten utama

Prabowo Pamer Calon Menteri: Transparansi atau Taktik Cari Simpati?

Prabowo hanya menyebut nama petinggi partai sebagai calon menterinya, tanpa menjelaskan pos mana saja yang akan dijabat mereka.

Prabowo Pamer Calon Menteri: Transparansi atau Taktik Cari Simpati?
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) bersama Sandiaga Uno (kanan) berbicara dalam acara silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional, di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (21/3/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto mengenalkan pendukungnya dari berbagai partai politik sebagai calon menteri yang akan mengisi sejumlah pos jabatan bila terpilih di Pilpres 2019. Ia menilai hal ini penting agar rakyat Indonesia tidak salah pilih capres.

“Itu orang-orang yang akan duduk di kabinet saya. Jadi buat apa sembunyi-sembunyi, kalian mau beli kucing dalam karung?” kata Prabowo saat kampanye terbuka di lapangan Sidolig, Bandung, Jawa Barat melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (28/3/2019).

Saat kampanye itu, Prabowo mengenalkan satu-persatu calon menteri yang akan membantu dirinya dan Sandiaga Uno bila terpilih pada 17 April mendatang.

Sejumlah nama yang disebut, antara lain: Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriawan (Aher), Sekjen PAN Edy Soeparno, Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan, dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.

Lantas, apa maksud Prabowo menyebut nama-nama calon menteri dari partai koalisinya itu?

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai penyebutan nama-nama itu untuk meyakinkan massa yang berada di lokasi kampanye, yang menonton kampanye dari jauh, atau yang membaca lewat media. Pesannya adalah kabinet Prabowo-Sandiaga akan diisi oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas.

“Nama yang disebut-sebut itu, kan, adalah orang yang mempunyai kapabilitas dan juga mempunyai basis massa, serta layak, dan menguasai dan berkiprah di bidangnya masing-masing,” kata Dasco saat dikonfirmasi reporter Tirto, pada Jumat (29/3/2019).

Dasco menyatakan penyebutan nama-nama calon kabinet agar publik tahu dan memilih calon presiden dan wakil presiden, sekaligus orang-orang yang akan membantunya dalam kabinet nanti.

“Itu sebagian nanti akan dinilai publik apakah dia layak atau tidak. Kan, begitu kira-kira. Kami bilang bukan sebagai taktik merebut suara, tapi kenyataannya memang begitu,” kata Dasco.

Hal senada diungkapkan Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean. Ia menilai penyebutan nama-nama itu merupakan taktik agar publik paham orang-orang yang akan mengurus mereka di sejumlah pos kementerian pada periode mendatang.

“Ini orang-orang yang akan mengurus kalian. Kira-kira begitu bahasanya ke rakyat. Daripada nanti seperti di sebelah, menterinya pun tak jelas, ujung-ujungnya bukan pilihan sendiri," kata Ferdinand.

Politikus Demokrat ini menambahkan “Ini menunjukkan perbedaan antara pemimpinan dengan yang dibuat pura-pura menjadi pemimpin. Jadi di sini kelasnya Pak Prabowo, dia mampu menunjuk siapa menterinya, tanpa ada intervensi pihak lain. Kalau di kubu sebelah belum tentu itu bisa terjadi.”

Sebaliknya,Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Usman Kansong mengatakan hal seperti itu tidak akan dilakukan oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf. Ia yakin Jokowi akan menyebut nama-nama calon menteri setelah resmi terpilih menjadi presiden untuk kedua kalinya.

“Kalau Pak Jokowi memang sama sekali tidak akan menyebut calon menteri sebelum nanti ada hasil. Setelah itu baru akan diumumkan. Intinya tak akan menyebut menteri atau nama. Paling yang disebut Pak Jokowi, semisal, akan ambil menteri dari kalangan muda. Itu pun tak akan menyebut nama,” kata Usman saat dihubungi reporter Tirto.

Sebab, Usman meyakini tak ada relevansinya antara penyebutan nama-nama calon menteri dengan pengaruh elektabilitas paslon. Ia manilai dengan banyaknya survei yang menghasilkan elektabilitas Jokowi selalu unggul dari Prabowo, sehingga penyebutan calon nama menteri tak akan berpengaruh.

Usman juga mengatakan, penyebutan nama-nama calon menteri bukan perkara pendidikan politik untuk publik bila nama-nama yang disebut adalah petinggi-petinggi partai politik koalisi sendiri.

"Enggak ada urusan dengan pendidikan politik ke publik. Nama-nama yang disebut itu gampang diketahui bahwa mereka adalah orang-orang partai koalisi. Apalagi hanya sebut nama. Kalau disebutnya adalah kriteria, seperti jujur, antikorupsi, ekonom, itu mungkin bisa disebut sebagai pendidikan politik,” kata Usman.

Dinilai Bukan Pendidikan Politik

Pengajar politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin mengatakan cara Prabowo menyebut nama-nama calon menteri sebagai pendidikan politik ke publik tidak sepenuhnya tepat.

Sebab, kata dia, Prabowo belum menjelaskan secara rinci soal pos kementerian yang akan dijabat oleh para petinggi parpol koalisinya itu. Menurut dia, jika ada nama calon dengan nama kementerian yang jelas, maka tentu media dan publik bisa menguji kapabilitas secara terbuka.

“Itu yang harus kita kritik. Jika menyebut nama, ya dengan job kementeriannya apa, agar bisa terlihat konteks the right man in the right place. Jadi harus cocok dengan kemampuannya,” kata Ujang.

Menurut Ujang, hal tersebut penting agar tidak hanya sekedar formalitas memasukkan petinggi partai koalisi ke kabinet yang belum tentu berkompeten mengurus kementerian terkait.

Jika hanya menyebut nama-nama seperti yang dilakukan Prabowo, kata Ujang, maka kemungkinan besar hanya menjadi strategi meraih simpati publik.

"Kan tidak aneh jika nama-nama tersebut disebut oleh Prabowo. Karena mereka semua merupakan partai pendukung koalisi. Justru jika ada nama dari luar yang disebut itu, baru oke aneh. Itu, kan, soal barter politik. Prabowo didukung partai koalisi untuk maju menjadi capres. Dan mereka kader-kader partai mendapatkan menteri. Hal yang biasa," kata Ujang.

“Sah-sah saja Prabowo ingin mengusung kader-kader dari partai koalisinya. Memang sejatinya harus begitu. Justru yang aneh jika kader partai koalisi tidak dikasih jatah menteri. Ya pasti bubar koalisinya," kata Ujang.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz