tirto.id - Kalender September 2021 akan memuat sejumlah fenomena astronomi atau penampakan langit mulai dari hujan meteor hingga hari tanpa bayangan. Menurut Edukasi Sains LAPAN, hari tanpa bayangan terjadi dua kali dalam setahun di Indonesia.
Pertama sudah terjadi sejak akhir Februari hingga awal April silam, sedangkan yang kedua akan terjadi antara tanggal 6 September hingga 21 Oktober mendatang. Ketika Matahari berada di atas Indonesia, tidak ada bayangan yang terbentuk oleh benda tegak tak berongga saat tengah hari.
Fenomena ini selalu terjadi dua kali setahun untuk kota-kota atau wilayah yang terletak di antara dua garis. Garis Balik Utara (Tropic of Cancer; 23,4 derajat Lintang Utara) dan Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn; 23,4 derajat Lintang Selatan).
Sementara itu, untuk kota-kota yang terletak tepat di Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan hanya akan mengalami hari tanpa bayangan Matahari sekali dalam setahun, yakni ketika Solstis Juni (20/21 Juni) untuk Garis Balik Utara maupun Solstis Desember (20/21 Desember) untuk Garis Balik Selatan.
Di luar ketiga wilayah tersebut, Matahari tidak akan berada di Zenit ketika tengah hari sepanjang tahun, melainkan agak condong ke Selatan untuk belahan Bumi Utara maupun agak condong ke Utara untuk belahan Bumi Selatan.
Selain Hari Tanpa Bayangan, berikut ini beberapa fenomena langit yang akan terjadi di September pekan pertama:
1 September: Puncak Hujan Meteor Aurigid (dapat disaksikan dengan mata telanjang)
Aurigid adalah hujan meteor yang terbentuk dari sisa debu Komet Kiess (C/1911 N1). Hujan meteor ini sempat teramati empat kali dalam satu abad terakhir: 1935, 1986, 1994, dan 2007. Aurigid pertama kali diamati oleh Cuno Hoffmeister dan A. Teichgraeber pada malam 31 Agustus 1935.
Hujan meteor ini aktif sejak 28 Agustus hingga 5 September mendatang, dan intensitas meteor maksimumnya terjadi pada 1 September 2021 pukul 10.00 WIB / 11.00 WITA / 12.00 WIT. Sehingga, dapat disaksikan sejak pukul 01.30 hingga 05.30 waktu setempat dari arah Timur Laut hingga Utara-Timur Laut.
Hujan meteor ini dapat disaksikan menggunakan mata biasa selama cuaca cerah, langit bersih, bebas polusi cahaya dan penghalang yang menghalangi medan pandang.
3 September :Konjungsi Bulan-Pollux (dapat disaksikan dengan mata telanjang)
Pollux merupakan bintang utama di konstelasi Gemini. Bintang ini berkonjungsi dengan Bulan, puncaknya terjadi pada pukul 11.04 WIB / 12.04 WITA / 13.04 WIT. Fenomena ini sudah dapat disaksikan sejak pukul 03.00 hingga 05.30 waktu setempat dari arah Timur Laut.
5 September: Konjungsi Venus-Spica (dapat disaksikan dengan mata telanjang)
Spica merupakan bintang utama di konstelasi Virgo. Bintang ini berkonjungsi dengan Venus, puncaknya terjadi pada 6 September 2021 pukul 03.53 WIB / 04.53 WITA / 05.53 WIT. Fenomena ini sudah dapat disaksikan pada 5 September 2021 sejak pukul 18.30 hingga 20.30 waktu setempat.
6 September: Aphelion Merkurius (dapat disaksikan dengan mata telanjang)
Aphelion secara umum adalah konfigurasi ketika planet berada di titik terjauh dari Matahari. Hal ini disebabkan oleh orbit planet yang berbentuk elips dengan Matahari terletak di salah satu dari kedua titik fokus orbit tersebut.
Aphelion Merkurius terjadi setiap rata-rata 88 hari sekali atau dalam setahun setidaknya terjadi empat kali. Fenomena ini terjadi pada 6 September 2021 pukul 07.28 WIB / 08.28 WITA / 09.28 WIT dengan jarak 69.817.000 km dari Matahari.
7 September: Fase Bulan Baru (dapat disaksikan dengan alat bantu)
Fase Bulan baru, disebut juga konjungsi solar Bulan, adalah konfigurasi ketika Bulan terletak di antara Matahari dan Bumi dan segaris dengan Matahari dan Bumi. Mengingat orbit Bulan yang membentuk sudut 5,1° terhadap ekliptika, bayangan Bulan tidak selalu jatuh di permukaan Bumi ketika fase Bulan baru, sehingga setiap fase Bulan baru tidak selalu beriringan dengan gerhana Matahari.
Fase Bulan Baru kali ini terjadi pada 7 September pukul 07.51.38 WIB / 08.51.38 WITA / 09.51.38 WIT dengan jarak 377.022 km dari Bumi dan terletak di konstelasi Leo.
Kondisi langit pada 7 Agustus tengah malam, Saturnus dan Jupiter masih bertengger di ufuk tinggi di arah Barat-Barat Daya. Saturnus terbenam pukul 04.00 dan Jupiter menyusul terbenam satu jam kemudian.
Sementara itu, ketinggian Bulan di Indonesia ketika terbenam Matahari bervariasi antara +3,97° hingga +5,77° dengan sudut elongasi terhadap Matahari bervariasi antara 5,57° hingga 6,61°. Sehingga, Bulan kemungkinan dapat diamati meskipun menggunakan hanya alat bantu. Awal bulan Safar 1443 H diperkirakan jatuh pada 8 September 2021.
Sedangkan, Mars berada di ufuk rendah arah Barat ketika 20 menit setelah Matahari terbenam dan terlihat selama 15 menit. Di waktu dan arah yang sama, Merkurius bertengger cukup tinggi selama 75 menit. Venus berada di arah Barat-Barat Daya bersama Spica dan berada di atas ufuk selama 135 menit.
7 September: Konjungsi Bulan-Mars (dapat disaksikan dengan alat bantu)
Puncak konjungsi Bulan-Mars terjadi pada 8 September pukul 02.36 WIB / 03.36 WITA / 04.36 WIT. Fenomena ini sudah dapat disaksikan sejak malam sebelumnya dari arah Barat sekitar 15 menit setelah Matahari terbenam selama 5 menit.
8 September: Konjungsi Tripel Bulan-Mars-Merkurius (dapat disaksikan dengan mata biasa)
Fenomena ini dapat disaksikan dari arah Barat sekitar 20 menit setelah Matahari terbenam. Mars terbenam lebih dahulu pada pukul 18.30 waktu setempat, disusul Bulan yang terbenam 30 menit kemudian. Merkurius terbenam paling terakhir yakni sekitar pukul 19.30 waktu setempat.