tirto.id - TikTok Shop disinyalir memberikan celah bagi produk-produk impor yang datang ke Indonesia. Hal ini bisa membahayakan produk lokal yang mempunyai pasar potensial di Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, TikTok Shop ini sejatinya harus tetap mematuhi aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Sebab, ketika TikTok Shop tersebut diatur, maka platform jual beli online tersebut dapat setara dengan platform e-commerce lainnya.
TikTok Shop juga diharuskan membuka diri terkait dengan pengawasan barang-barang yang ilegal hingga penerapan berbagai kebijakan untuk perlindungan konsumen maupun perlindungan kepada UMKM.
"Harapannya social commerce itu tetap mematuhi aturan PPMSE di Permendag, sama saja dengan e-commerce lainnya. Dia harus terbuka terhadap pengawasan barang-barang yang ilegal, barang-barang yang kemudian palsu, kemudian juga menerapkan berbagai kebijakan untuk perlindungan konsumen maupun perlindungan kepada UMKM atau merchant skala kecil," ucap Bhima kepada Tirto, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Bhima menyebut social commerce milik TikTok di Indonesia sama sekali tidak diatur secara spesifik. Sehingga, TikTok Shop ini dengan leluasa bisa memasok barang-barang impor melalui social commercenya.
"Jadi terkait dengan TikTok Shop ini kan mereka bahkan mengembangkan project S ya, yang sempat diungkap oleh Financial Times, dimana TikTok akan melakukan penetrasi barang-barang impor melalui platform social e-commercenya. Nah, problemnya kan di Indonesia ini kenapa TikTok berada di ruang yang abu-abu dan itu menjadi celah masuknya barang-barang impor, karena social commerce tidak diatur secara spesifik," ungkapnya.
Bhima mengatakan hal ini harus segera diatur, sebab para pedagang yang biasa berada di platform resmi akan tergiur dan pindah ke platform social commerce yang belum diatur secara resmi oleh pemerintah.
"Ini yang harus diatur, kalau tidak akan beralih mereka yang biasa berdagang di platform resmi apalagi dikenakan pajak misalnya, mereka akan bergeser ke platform social commerce seperti TikTok Shop dan itu akan merugikan negara, baik dari sisi kehilangan potensi pajak, maupun pengendalian dan juga pengawasan barang-barang impor," katanya.
"Kan kita juga lihat misalnya, beberapa barang yang dijual di TikTok Shop misalnya barang-barang kebutuhan pokok ternyata juga tidak mematuhi harga eceran tertinggi (HET). Jadi masalahnya menjadi komplex, karena berada di ruang kosong regulasi, ini haruslah segera di masukkan ke PMSE, jadi pemerintah juga harus tegas," tambahnya.
Lebih lanjut, Bhima menyebut walaupun TikTok telah memberikan investasi yang besar kepada Indonesia, harusnya pemerintah tidak terlena akan investasi besar tersebut serta pengawasan yang ketat menjadi berkurang.
"Karena sebelumnya juga kan TikTok pernah punya komitmen untuk investasi yang nilainya jumbo ya atau besar, nah jangan sampai pemerintah terlena dengan investasi itu terus pengawasannya kurang ketat. Jadi saya pikir yang harus dilakukan adalah untuk menjaga ya pasar domestik Indonesia yang sangat potensial ini, ini dari serbuan barang-barang impor," bebernya.
Bhima menjelaskan, proyek TikTok Shop ini merupakan bagian dari strategi Cina melalui perusahaan social commerce atau e-commerce nya untuk memasok barang impor sebanyak-banyaknya kepada negara berkembang. Dan hal itu dilakukan sebagai channel dari barang-barang produksi dalam negeri di Cina.
"Kalau itu terus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan banyak yang sekedar menjadi penjual barang-barang impor dibandingkan barang-barang produksi lokal, dan nanti liar sekali pengawasannya, padahal ini harus diatur sebelum semakin besar nilai atau volume transaksinya di TikTok Shop," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mendesak Kementerian Perdagangan untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Dia menilai regulasi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi Project S TikTok Shop yang dapat merugikan UMKM.
Terkait desakan itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim menuturkan, saat ini aturan tersebut sedang dalam pembahasan. Dia mengungkapkan nantinya dalam Permendag tidak hanya mengatur perizinan, tetapi juga termasuk pengendalian terhadap barang-barang impor.
"Sekarang kita lagi akan merevisi Permendag nomor 50, Permendag 50 itu yang direvisi bukan hanya dalam rangka membuat izin, tetapi juga pengendalian terhadap barang-barang yang impor, bahan pokok, dan dan barang-barang konsumsi, itu kan impornya ke media sosial," kata Isy di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Sementara itu, dia mengklaim saat ini TikTok Shop tidak didominasi produk asing. Isy menjelaskan produk yang dijajakan berasal dari industri dalam negeri.
"Yang TikTok itu sampai saat ini tidak cross border, yang dijual di TikTok Shop itu adalah barang-barang yang dalam negeri jadi untuk UMKM murni sekarang. Jadi jangan ini dulu, jangan dicampur adukkan dulu, TikTok Shop itu tidak ada barang-barang yang sifatnya cross border, jadi barang-barang UKM," bebernya.
Kemudian, dia juga menuturkan pihaknya meminta agar TikTok berkantor di Jakarta. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi dan mencegah banjirnya produk-produk asing.
"Sekarang belum, tapi kita sudah memastikan, makanya TikTok diminta membuat kantor perwakilan di Jakarta," pungkasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang