tirto.id - Djudju Purwantoro, pengacara Jonru Ginting dari LBH Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar), kecewa dengan proses pemeriksaan, penahanan, hingga penetapan tersangka yang dilakukan polisi terhadap kliennya. Ia menilai polisi tidak memenuhi prosedur hukum yang diatur undang-undang.
“Apa iya satu malam langsung gelar perkara, tiba-tiba tersangka?” kata Djudju saat dihubungi Tirto, Jumat (29/9).
Djudju mengungkapkan Jonru dan dirinya mendatangi kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Kamis (28/9) sore. Ia diperiksa hingga Jumat jam 02.00 dini hari. "Jonru sempat dibawa pulang terus kembali lagi,” kata Djudju.
Ada sejumlah prosedur yang menurut Djudju belum dilakukan polisi. Contohnya, polisi belum melakukan gelar perkara dan pemeriksaan digital forensik terhadap konten Facebook Jonru. Ia Hal itu tetap perlu dilakukan meski Jonru telah mengakui isi konten yang jadi persoalan hukum adalah benar buatannya.
“Kalau pengakuan posting, iya. Tapi, kan, prosedur tetap harus dilakukan apakah itu pidana? Itu yang paling penting,” ujarnya.
Alih-alih menilai penanganan kasus Jonru sebagai proses hukum, ia menyebut kinerja polisi lebih bernuansa politis. Ia membandingkan dengan kinerja lamban polisi saat menangani dugaan kebencian bernuansa SARA yang disampaikan politikus Nasdem, Victor Laiskodat. Termasuk surat penghentian penyidikan perkara alias SP3 yang dikeluarkan polisi terhadap Ade Armando.
“Kenapa proses hukum selalu diarahkan kepada kelompok atau aktivis Islam atau ulama?” katanya.
Baca juga:
Tudingan Jonru terhadap Jokowi Berujung Pidana
PN Jaksel Mengabulkan Praperadilan Kasus UU ITE Ade Armando
Penanganan Kasus Ujaran Kebencian Victor Laiskodat Berjalan Lambat
Djudju mengatakan kliennya sama sekali tidak bersalah dan siap menghadapi proses hukum, “Dari awal dia mengatakan dia siap diperiksa, siap menanggung akibat apa pun."
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan Jonru diperiksa dalam status sebagai tersangka. "Penetapan tersangka melalui gelar perkara," kata Argo seperti diberitakan Antara.
Argo menjelaskan, semula penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya memeriksa Jonru sebagai saksi kasus ujaran kebencian pada Kamis (28/9). Polisi lantas menggelar perkara dan menetapkannya sebagai tersangka pada Jumat dini hari setelah mengantongi dua alat bukti.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Polisi Adi Deriyan mengatakan, penyidik masih memeriksa Jonru untuk menentukan kelanjutan proses hukum. "Masih menjalani pemeriksaan satu kali 24 jam," kata Adi, dan menambahkan bahwa penahanan Jonru tergantung temuan bukti dalam pemeriksaan selama sehari ke depan.
Akun media sosial milik Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dasar dugaan pidana ujaran kebencian melalui media elektronik terhadap Presiden Jokowi. Laporan ini dituangkan dalam LP/4153/VIII/2017/PMJ/Dit. Reskrimsus bertanggal 31 Agustus 2017.
Menurut salah satu saksi dalam laporan Guntur Romli, Jonru dilaporkan atas publikasi hate speech melalui akun Facebook Page (Jonru Ginting), blogspot (jonru.com), dan Twitter (@jonru, berubah nama menjadi @jonruginting).
Sebagai saksi, Guntur mengaku telah mengikuti tulisan Jonru sejak 2014 terkait hoax dan hate speech. Dari pengamatannya, banyak pernyataan Jonru terhadap Jokowi di media sosial yang mengandung unsur ujaran kebencian dan konten dengan sentimen SARA.
“Kebohongan soal Jokowi akan dihapus Menteri Agama, crane jatuh dikaitkan dengan kedatangan Jokowi di Saudi, mempertanyakan orang tua Jokowi, menghina ibu Jokowi, dan lain-lain,” kata Guntur kepada Tirto, 1 September lalu.
Jonru dilaporkan atas dugaan tersebut dan diusut dengan pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dinilai "menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan" individu atau kelompok tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ancaman pidana Jonru bisa dihukum maksimal 6 tahun penjara dan paling banyak Rp1 miliar .
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar