tirto.id - Akun media sosial milik Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dasar dugaan pidana hate speech melalui media elektronik yang terkait dengan Presiden Jokowi. Laporan ini dituangkan dalam LP/4153/VIII/2017/PMJ/Dit. Reskrimsus tanggal 31 Agustus 2017.
Menurut salah satu saksi dalam laporan Guntur Romli, Jonru dilaporkan atas publikasi hate speech melalui akun Facebook Page (Jonru Ginting), blogspot (jonru.com), dan Twitter (@jonru, berubah nama menjadi @jonruginting).
Sebagai saksi, Guntur mengaku telah mengikuti tulisan Jonru semenjak 2014 silam terkait hoax dan hate speech. Dari pengamatannya, banyak pernyataan Jonru terhadap Jokowi di media sosial yang mengandung unsur ujaran kebencian terkait konten SARA.
“Kebohongan soal Jokowi akan dihapus Menteri Agama, crane jatuh dikaitkan dengan kedatangan Jokowi di Saudi, mempertanyakan orang tua Jokowi, menghina ibu Jokowi dan lain-lain,” kata Guntur kepada Tirto, Jumat (1/9/2017).
Menurutnya, tudingan tersebut tidak berdasar dan masuk dalam ranah fitnah serta ujaran kebencian. Ia berpendapat, seharusnya Jonru ditindak sejak lama. Untuk itu, ia menilai langkah pemerintah yang sedang membongkar kedok Saracen sebagai sindikat penyebar ujaran kebencian berkonten SARA, menjadi momen yang tepat untuk menjerat Jonru.
“Harusnya Jonru ditindak sejak lama, tapi karena dia dibiarkan, akhirnya Jonru membesar. Lihat anggota FB (Facebok Page)-nya yang jutaan. Karena dia dianggap jubir (juru bicara) dari hate speech ini,” pungkas Guntur.
Guntur memaparkan, kira-kira ada 50 berkas yang dibawa oleh pelapor Muannas Al Aidid kemarin, Kamis (31/8/2017) ke Polda Metro Jaya saat melaporkan Jonru. Berkas tersebut hanya contoh ujaran kebencian yang dilontarkan Jonru dan dicetak oleh Muannas. Guntur menegaskan bahwa bukti-bukti tersebut masih butuh untuk dilengkapi.
“Kami kasih beberapa contoh, nantinya akan dilengkapi, karena akun Twitter Jonru berubah (dalam bukti yang dibawa, akunnya adalah @Jonru, sedang sekarang berubah menjadi @Jonruginting), tapi bisa dilacak langsung ke server-nya,” tutur Guntur.
“Tapi intinya saat laporan, polisi sudah melihat bukti-bukti yang kami kasih sudah masuk pasal-pasal itu (ujaran kebencian), makanya laporan kami diterima,” katanya lagi.
Guntur menegaskan bahwa kehadiran dirinya sebagai saksi terlapor tidak dengan tujuan untuk membela Jokowi ataupun Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Untuk diketahui, Guntur juga menjadi saksi dalam sidang Buni Yani terkait video Ahok di Kepulauan Seribu. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa kehadirannya hanyalah untuk melawan hoax dan hate speech yang sekarang marak terjadi.
“Status-status Jonru kan banyak sebelum Pikada DKI. Enggak ada hubungannya,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan Jayamarta membenarkan adanya laporan terkait Jonru yang diterima oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Terkait apakah bukti sudah lengkap dan tulisan apa saja yang membuat polisi menerima laporan tersebut, Adi hanya menjawab singkat.
“Jonru sudah kita tangani,” katanya kepada Tirto.
Jonru dilaporkan atas dugaan hate speech melalui media elektronik dan dianggap melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 (yang dimaksud adalah 45A) ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Jonru bisa dijerat dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasar isu SARA.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto