Menuju konten utama

Jokowi: Perubahan Iklim Jadi Prioritas setelah Pandemi COVID-19

Presiden Joko Widodo beralasan perubahan iklim memengaruhi bencana alam dan ketahanan pangan di dunia.

Jokowi: Perubahan Iklim Jadi Prioritas setelah Pandemi COVID-19
Presiden Joko Widodo saat mengumumkan kebijakan pemerintah untuk membuka kembali ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai 23 Mei 2022, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/5/2022). ANTARA FOTO/HO-Biro Pers Setpres/tom.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menekankan penanggulangan perubahan iklim menjadi prioritas pemerintah setelah pandemi COVID-19. Ia beralasan perubahan iklim memengaruhi bencana alam dan ketahanan pangan di dunia.

"Dampaknya, sangat luas, multi sektoral. salah satunya terkait bencana alam dan ketahanan pangan," Kata Jokowi dalam Rakornas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Senin (8/8/2022).

Jokowi mengutip data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bahwa 80 persen sumber pangan dunia dari 500 juta petani rentan rusak akibat perubahan iklim. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memprediksi 13 juta orang akan kelaparan akibat kekacauan rantai pasok dunia akibat perang Rusia-Ukraina.

"Hati-hati, ini persoalan yang sangat serius, perlu penanganan yang komprehensif, perlu antisipasi sedini mungkin, secepat cepatnya dan sebaik baiknya," Kata mantan Walikota Solo itu.

Jokowi menilai Indonesia memerlukan sistem yang teruji dan tangguh demi menjamin ketersediaan pangan secara merata dan sistem peringatan bencana alam secara dini. Menurut Jokowi, BMKG punya peran penting dalam menghadapi kedua isu tersebut, terutama dalam pemantauan, prediksi dan peringatan dini cuaca.

"Karena itu saya memerintahkan BMKG untuk mengidentifikasi risiko iklim dan dampaknya secara menyeluruh. Mengidentifikasi, adaptasi apa saja yang bisa kita lakukan, meningkatkan kapasitas SDM dan peralatan untuk permodelan cuaca dan iklim yang menggabungkan informasi dari teknologi satelit," kata Jokowi.

"Memperkuat layanan informasi BMKG dan literasi terutama di wilayah pertanian dan perikanan sehingga petani dan nelayan bisa mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim. Perluas cakupan forum sekolah lapang iklim dan sekolah lapang cuaca nelayan sehingga bisa memberi dampak signifikan," imbuhnya.

Dalam kesempatan saat yang sama, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan iklim mengakibatkan sejumlah bencana alam seperti banjir, longsor, badai tropis, puting beliung, hingga kemiskinan. Ia menilai perubahan iklim akan berdampak pada ketahanan pangan Indonesia.

"Berbagai kejadian ekstrem dan bencana hidrometeorologi mengakibatkan kegiatan pertanian dan perikanan semakin rentan untuk terganggu, gagal dan bahkan mengancam produktivitas hasil panen dan tangkap ikan, serta mengancam keselamatan para petani dan nelayan," Kata Dwikorita.

Dwikorita melaporkan sejumlah dampak perubahan iklim yang terjadi di Indonesia, antara lain kenaikan suhu Indonesia dalam 42 tahun terakhir dari 0,02 derajat elsius hingga 0,443 derajat celsius. Kemudian kenaikan suhu udara permukaan global sampai 1,1 derajat celsius dibanding masa pra industri 1850-1900.

Kemudian, suhu air laut di perairan Indonesia menghangat pada 29 derajat celsius saat La Nina moderat dan badai tropis seroja. Ia juga melaporkan bahwa gletser puncak Jayawijaya bakal punah dan mencair pada tahun 2025-2026.

Dwikorita menuturkan para petani dan nelayan perlu mendapat dukungan dari BMKG dalam mengantisipasi cuaca dan iklim ekstrim. BMKG membangun sekolah lapang bersama mitra terkait bagi para petani dan nelayan agar bisa meningkatkan literasi dalam menghadapi iklim ekstrem.

"Dengan demikian sektor perikanan dan pertanian dapat tangguh sehingga meminimalisir dampak gagal panen dan mengakali waktu maupun zona tangkap ikan," kata dia.

Baca juga artikel terkait PENANGGULANGAN PERUBAHAN IKLIM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Gilang Ramadhan