Menuju konten utama
Debat Ke-5 Pilpres 2019

Jokowi Nilai Target Tax Ratio 16% Prabowo Bisa Bikin Syok Ekonomi

Jokowi mengkritik target Prabowo Subianto terkait keinginannya menaikkan tax ratio Indonesia 16 persen

Jokowi Nilai Target Tax Ratio 16% Prabowo Bisa Bikin Syok Ekonomi
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.

tirto.id - Capres nomor urut 01 Joko Widodo mengkritik target Prabowo Subianto menaikkan tax ratio Indonesia yang saat ini berada di angka 11,5 persen menjadi 16 persen. Menurut Jokowi, target Prabowo tersebut dapat menimbulkan syok ekonomi.

Jokowi menyampaikan hal itu dalam Debat Kelima Pilpres di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, hari ini, Sabtu (13/4/2019).

"Kalau Bapak Prabowo ingin menaikkan tax ratio 11 persen menjadi 16 persen dalam setahun, ini merupakan kenaikan yang drastis. Kenaikan sebesar 5 persen ini artinya [senilai] Rp750 triliun. Angka itu akan ditarik menjadi pajak. Apa yang terjadi kalau itu dilakukan? Ini [berpotensi] akan terjadi syok ekonomi," jelas Jokowi.

Jokowi menyatakan, yang sedang dikerjakan dalam pemerintahannya adalah menaikkan tax ratio secara gradual dengan membangun sebuah tax base sebanyak-banyaknya.

"Dan itu sudah kita lakukan sejak kita melakukan tax amnesty. Tax amnesty Rp4.800 triliun dan kita mendapatkan income dari sana Rp114 triliun, tahun itu. Kita ingin agar tax base kita semakin besar sehingga income negara juga akan semakin banyak," tambahnya.

Menanggapi pernyataan Jokowi, Prabowo menyatakan bahwa kenaikan tax ratio tersebut tidak langsung ke 16 persen dalam 1 tahun.

"Jadi begini, Pak Jokowi salah menangkap. Saya tidak mengatakan naik ke 16 persen dalam 1 tahun. Tetapi harus ada usaha riil dan salah satu caranya adalah tadi dengan menerapkan penggunaan teknologi Informatika dan sistem yang sangat transparan itu bisa cepat menaikkan," jawab Prabowo.

Prabowo juga menyatakan bahwa dirinya bersepakat dengan Jokowi terkait urusan melebarkan tax base.

"Tentunya kita tidak ingin menimbulkan syok ekonomi. Tetapi kita juga harus berani untuk mengejar mereka-mereka yang selama ini selalu menghindar untuk membayar yang seharusnya dia bayar," ujar Prabowo.

Menanggapi pernyataan Prabowo, Jokowi menyatakan, jika pemerintah konsisten melakukan reformasi di bidang pajak, pelayanan pajak, online pajak, tentu akan memberikan dampak yang signifikan terhadap para pembayar pajak.

"Saya itu hanya membaca di media, Pak Prabowo, bahwa bapak akan melakukan lompatan besar dari 11 persen ke 16 persen, sehingga tadi saya sampaikan seperti itu. Menurut saya di bidang penerimaan pajak ini, kalau kita konsisten melakukan reformasi di bidang pajak, pelayanan pajak, online pajak, itu akan memberikan dampak yang signifikan terhadap para pembayar pajak untuk datang membayar pajaknya," tutur Jokowi.

Jokowi juga menyatakan terkait pembayaran SPT tahunan lewat E-Filing sudah bisa dilakukan.

"Dari rumah bisa, jam berapapun bisa diterima. Inilah reformasi di bidang perpajakan yang telah dilakukan. Tetapi memang masih banyak yang perlu kita benahi, yang perlu kita kerjakan dalam hal penerimaan pajak ini," jawab Jokowi.

Menurut Prabowo, tax ratio tahun 1997 atau pada era Orde Baru mencapai angka 16 persen. Sementara saat ini, di era pemerintahan Jokowi, lanjutnya, hanya 10 persen.

“Berarti kita kehilangan kurang lebih 60 dolar AS tiap tahun,” papar bekas menantu mantan Presiden Soeharto ini.

Prabowo kemudian mencontohkan tax ratio Thailand yang disebutnya mencapai 19 persen. Thailand, kata eks Danjen Kopassus ini, berhasil mencapai angka tersebut dengan memaksimalkan program informasi teknologi dan komputerisasi.

Maka, jika Indonesia bisa menerapkan strategi serupa, Prabowo yakin angka tax ratio negara ini bisa kembali seperti pada zaman Orde Baru, yakni 16 persen, bahkan dapat mencapai apa yang kini diraih Thailand yaitu 19 persen.

Tax ratio di angka 16 persen bukanlah hal baru lantaran telah lama direkomendasikan oleh lembaga internasional, seperti World Bank dan IMF.

Apalagi kinerja tax ratio selama ini dalam tren terus menurun, setidaknya sejak 2012. Dari sebelumnya 11,36 persen turun menjadi 10,75 persen pada 2015. Lalu, turun lagi menjadi 10,36 persen, dan naik tipis ke 10,8 persen pada 2017.

Berdasarkan data Bank Dunia, kinerja rasio pajak Indonesia juga menjadi salah satu yang terendah di dunia. Angkanya bahkan paling rendah jika dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara yang rata-rata mencapai 15-16 persen dari PDB.

Tema debat kelima kali ini adalah ekonomi, kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, dan industri. Debat terakhir ini digelar sehari sebelum masa tenang Pemilu 2019 dimulai.

Empat stasiun TV yang menayangkan live streaming debat kelima kali ini yaitu TVOne, ANTV, Berita Satu, Net TV, dan moderator debat adalah Balques Manisang dan Tomy Ristanto.

Sementara sepuluh panelis di debat kelima antara lain.

  1. Rektor Unair, Prof. Muhammad Nasih
  2. Guru Besar FEB Universitas Tanjungpura, Prof. Eddy Suratman
  3. Dosen FEB UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Muhammad Arief Mufraini
  4. Dekan FEB Universitas Diponegoro, Dr.Suhartono
  5. Dekan FEB Universitas Sam Ratulangi, Dr.Herman Karamoy
  6. Dekan FEB Universitas Udayana, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si
  7. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Dr. Harif Amali Riva’i
  8. Guru Besar ITB, Prof. Dr. Ir. Dermawan Wibisono
  9. Dosen Community Development Unika Soegijapranata Semarang, Tukiman Taruno Sayoga Ph.D
  10. Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) Rahmi Hertanti‎.

Baca juga artikel terkait DEBAT PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Maya Saputri