Menuju konten utama

Jokowi Ingatkan Ngerinya Sengketa Lahan: Orang Bisa Saling Bunuh

Jokowi ingin ego sektoral antarlembaga atau daerah dapat dihilangkan untuk menuntaskan sengketa tanah atau lahan.

Jokowi Ingatkan Ngerinya Sengketa Lahan: Orang Bisa Saling Bunuh
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat Seremoni Implementasi Rencana Tahap Kedua Industri Baterai Listrik Terintegrasi LG Energy Solution di Kawasan Industri Terpadu Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (8/6/2022). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/rwa.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menegaskan kepada seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah bahwa ia tidak menolerir aksi ego sektoral yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat maupun pemerintah. Hal ini didasarkan pada persoalan sertifikasi lahan.

"Saya ingatkan lagi, saya tidak bisa mentoleransi, mentolerir terjadinya kerugian negara, terjadinya kerugian masyarakat yang disebabkan oleh ego sektoral dan ego lembaga. Sudah. Itu sudah setop. Cukup. Setop. Persoalan dimulai dari sini," kata Jokowi saat memberikan sambutan acara GTRA Summit 2022 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022).

Jokowi bercerita soal Indonesia yang bisa menerbitkan sertifikat tanah atau lahan dari 500 ribu hingga 9 juta. Ia bilang konflik saat pemberian sertifikat di daerah pulau kecil maupun pesisir di suku Bajo yang hidup di atas air.

Kala itu ada perdebatan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan soal wewenang. Belum lagi ada pertentangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Persoalannya kelihatan, solusinya kelihatan tetapi tidak bisa dilaksanakan karena ego sektoral. Itu lah persoalan kita," tutur Jokowi.

Jokowi mengingatkan, keberadaan gugus tugas penting untuk menyelesaikan masalah tanah. Ia beralasan, kasus tanah bisa memicu masalah hingga menelan korban jiwa.

"Kalau sudah namanya sengketa tanah, sengketa lahan bahaya banget. Orang bisa bunuh-bunuhan gara-gara itu. Orang Bisa pedang-pedangan gara-gara sengketa lahan. Antarkampung berantem bisa karena sengketa lahan. Rakyat dan perusahaan bisa berantem karena sengketa lahan. Hati-hati ini, hati-hati dampak sosial, dampak ekonominya bisa ke mana-mana," papar dia.

Jokowi juga menceritakan bahwa keberadaan sertifikat tanah bisa membantu ekonomi rakyat. Sertifikat bisa diagunkan ke bank sehingga mereka bisa mendapatkan akses permodalan.

Di sisi lain, kasus agraria juga mengganggu kinerja pemerintah. Ia mencontohkan banyak program tol mangkrak 10 hingga 15 tahun akibat masalah lahan.

"Saya ke lapangan ini persoalan apa toh kayak gini kok nggak rampung-rampung. Persoalan kecil tapi nggak bisa diselesaikan oleh pembuat kebijakan. Siapa? Kita sendiri. Kan lucu banget kita ini. Saya telepon 3 orang aja selesaikan ini, selesaikan ini. Persoalannya selesaikan nggak ada 2 Minggu juga selesai. Mengapa menunggu sampai 15-20 tahun? sekarang jadi sambung-sambung jalan karena hal seperti ini," tegas Jokowi.

Oleh karena itu, Jokowi meminta ego sektoral untuk dihentikan. Ia mengingatkan pemerintah menerapkan kebijakan satu peta sehingga semua pihak harus membuka data tanpa menutupi.

Jokowi juga meminta para pejabat untuk menggunakan teknologi dalam permasalahan sertifikat tanah. Ia meminta para pejabat untuk mempekerjakan anak-anak muda yang melek teknologi karena ia ingin masalah sertifikat pertanahan bisa selesai dalam hitungan jam.

"Kalau sudah satu peta itu enak banget. Zamannya zaman teknologi kayak gini masih pake manual. Kebangetan banget kita ini. Bangun sistem aplikasi, bangun platform. Sangat mudah sekali," tandas Jokowi.

"Kita nggak bisa? Panggil anak-anak muda yang pinter. Buatin platform ini gimana caranya agar penyelesaian sertifikat itu bisa selesai dalam hitungan tidak hari tapi jam. Model-model seperti ini yang memang harus kita mulai. Kalau kita nggak mau ditinggal oleh negara lain," tutup Jokowi.

Baca juga artikel terkait MAFIA TANAH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky