tirto.id - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) merespons perihal penggunaan gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi Kanjuruhan.
“Dengan diaturnya standar penggunaan senjata kimia seperti gas air mata dalam berbagai peraturan internal Polri, maka penggunaan gas air mata kedaluwarsa jelas tidak memenuhi prosedur,” kata peneliti ICJR Ifititahsari, dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 Oktober 2022.
Seharusnya kepolisian bertanggung jawab atas kesalahan ini, bahkan menetapkan sanksi. Kemudian, dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 mengatur tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisan seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kemudian kendali untuk menggunakan senjata kimia gas air mata.
Lebih lanjut, penggunaan senjata kimia seperti gas air mata juga diatur dalam Prosedur Tetap RI Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki, yang menyatakan bahwa penggunaan senjata kimia seperti gas air mata harus digunakan sesuai dengan standar kepolisian.
“Artinya, Polri sendiri mengatur standar yang harus dipenuhi dalam penggunaan senjata kimia dan penggunaan gas air mata yang sudah melewati kedaluwarsa, pastinya bukan termasuk standar penggunaan,” jelas Iftitahsari.
Penggunaan gas air mata kedaluwarsa disebut bukan pertama kali terjadi, harus ada investigasi khusus terhadap aparat di lapangan dan mereka harus bertanggungjawab secara etik, disiplin dan pidana.
Atasan annggota kepolisian di tingkat yang lebih tinggi harus terbuka untuk dimintai pertanggungjawaban karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan.
"ICJR meminta presiden mengusut dan mengevaluasi penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian selama ini, termasuk penggunaan senjata kimia yaitu penggunaan gas air mata, agar tidak lagi-lagi hal ini dianggap lazim,” kata Iftitahsari.
Perkara gas air mata kedaluwarsa ini dinyatakan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, 10 Oktober 2022. Ia bilang bahwa senyawa dalam gas air mata yang telah memasuki masa kedaluwarsa mengakibatkan zat kimianya justru semakin menurun.
Polri mengeklaim bahwa gas air mata yang telah kedaluwarsa itu tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian Aremania. "Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," ucap Dedi di Mabes Polri.
Berbeda dengan Polri, Komnas HAM justru menyebut bahwa gas air mata kedaluwarsa menjadi pemicu banyaknya korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan. Bahkan korban yang terkena gas pembantai tersebut mengalami luka temporer hingga kejang-kejang.
Polri telah menetapkan enam orang tersangka terkait tragedi Kanjuruhan. Mereka terdiri atas tiga tersangka dari unsur sipil dan tiga tersangka dari unsur anggota Polri.
Tiga tersangka warga sipil dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. mereka adalah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Sedangkan tiga tersangka dari unsur Polri, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, disangka dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.
Korban meninggal akibat penembakan gas air mata bertambah satu orang, sehingga totalnya menjadi 132. Tragedi maut sepak bola di Kanjuruhan ini disorot dunia karena memakan banyak korban jiwa.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky