Menuju konten utama
Tragedi Kanjuruhan

Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama 132 Korban Tewas

Menurut Komnas HAM, Gas air mata pertama kali ditembakkan pada pukul 22:08:59 ke arah tribun penonton bagian selatan.

Komnas HAM: Gas Air Mata Penyebab Utama 132 Korban Tewas
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

tirto.id - Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menyebut ada dua penyebab terjadinya kematian dalam tragedi Stadion Kanjuruhan Malang. Dua penyebab itu adalah penembakan gas air mata ke arah penonton dan kapasitas stadion yang melebihi batas.

Menurutnya pasca peluit panjang pertandingan dibunyikan para penonton Persebaya versus Arema masih berjalan kondusif dan tidak ada kerusuhan. Sehingga pernyataan ini menjadi bantahan bahwa pemicu kerusuhan adalah dari penonton yang berasal dari suporter Arema Malang.

"Jadi kalau kita lihat dengan detail dan kami mendalami terlihat suasana stadion masih terkendali di menit 14 sampai 20," kata Anam dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM pada Selasa (12/10/2022).

Dirinya tak memungkiri adanya suporter yang masuk ke dalam lapangan. Namun Anam menyebut hal itu bukanlah bahaya dan sudah menjadi tradisi dalam setiap pertandingan yang dilakukan para pemain Arema dan pendukungnya.

"Memang ada suporter yang masuk ke lapangan, tapi itu hanya untuk memberikan semangat," ungkapnya.

Menurutnya telaah mengenai waktu durasi kerusuhan pasca pertandingan menjadi penting. Karena dari hasil pengamatannya gas air mata menjadi penyebab utama yang mengakibatkan banyak korban tewas.

"Angka ini menjadi penting bagi kami untuk mengukur sebenarnya gas air mata itu keluar di waktu kapan. Karena menurut kami menjadi pemicu utama kepanikan para suporter yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban luka dan meninggal," terangnya.

Dalam amatannya, gas air mata pertama kali ditembakkan pada pukul 22:08:59 ke arah tribun penonton bagian selatan.

"Titik krusial ini menjadi penyebab kepanikan penonton dan muncul situasi di lapangan yang ricuh," ujarnya.

Selain disebabkan gas air mata, tragedi Stadion Kanjuruhan juga muncul akibat jumlah penonton yang mencapai 42.516. Jumlah itu melebihi batas maksimal yaitu 38.000 penonton.

"Dari temuan kami tiket yang sudah dipesan dan dicetak mencapai 42.516 tiket sedangkan kapasitas stadion hanya menampung 38.000 penonton," jelasnya.

Polri telah menetapkan enam orang tersangka terkait tragedi Kanjuruhan. Mereka terdiri atas tiga tersangka dari unsur sipil dan tiga tersangka dari unsur anggota Polri.

Tiga tersangka warga sipil dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. mereka adalah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.

Sedangkan tiga tersangka dari unsur Polri, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, disangka dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.

Korban meninggal akibat penembakan gas air mata bertambah satu orang, sehingga totalnya menjadi 132. Tragedi maut sepak bola di Kanjuruhan ini disorot dunia karena memakan banyak korban jiwa.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengeklaim penggunaan gas air mata dalam tingkat tinggi sekali pun tidak akan menyebabkan kematian. Penjelasan itu berdasarkan rujukannya pada seorang dosen di Universitas Indonesia.

"Beliau meyebutkan bahwa termasuk dari Doktor Masayu Elita, bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan," Kadiv Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

"Penggunaan gas air mata di dunia internasional, saya mengacu dari penjelasan Doktor Masayu Elita, beliau adalah ahli kimia dan persenjaataan, dosen di UI maupun di Unhan. Regulasi yang menjadi acuan adalah protokol Genewa Nomor 22 tahun 1993. Di situ disebutkan bahwa gas air mata atau secara kimia disebut CS ini hanya boleh digunakan di seluruh dunia dan menjadi standar adalah aparat penegak hukum. Ini tidak boleh digunakan untuk peperangan."

Regulasi tersebut, menurut Dedi menjadi dasar kenapa penggunaan gas air mata bagi kepolisian di seluruh dunia itu diperbolehkan, termasuk di Indonesia.

Ia juga bilang bahwa berdasarkan keterangan para dokter di RS Saiful Anwar Malang, gas air mata bukanlah penyebab kematian para korban pada tragedi Kanjuruhan.

"Dari penjelasan para dokter yang menangani para korban baik korban yang meninggal dunia maupun yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT dan juga spesialis mata tidak satu pun penyebab kematian adalah gas air mata," klaimnya.

Dedi menyebut kematian para korban disebabkan karena kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan.

"Kemudian juga beliau menyampaikan juga yang apabila gas air mata ini dampaknya kan hanya terjadi iritasi pada mata, iritasi pada kulit dan iritasi pada pernapasan. Kalau misal terjadi iritasi pada pernapasan pun, sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah memyebutkan bahwa ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," tutup Dedi.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky