tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan hilirisasi merupakan kunci Indonesia untuk menjadi negara maju. Dia menilai semua komoditas perlu dilakukan hilirisasi.
"Hilirisasi jadi kunci kalau kita ingin jadi negara maju di semua komoditas baik itu namanya CPO, baik itu yang namanya minerba, baik yang berasal dari sumber daya laut kita semuanya," kata Jokowi di acara pertemuan Industri Jasa Keuangan tahun 2023 di Jakarta, Senin (6/1/2023).
Setelah nikel, pemerintah pun akan melanjutkan hilirisasi bahan mentah lainnya seperti bauksit, timah, tembaga, emas, gas alam, minyak. Rencana tersebut dilakukan setelah melihat keberhasilan hilirisasi nikel.
"Kemudian lari ke bauksit, timah, lari ke tembaga, lari ke emas, lari ke gas alam dan minyak. Kalau ini betul-betul secara konsisten kita kerjakan, jadi lah kita negara maju," tutur Jokowi.
Jokowi merinci keuntungan besar Indonesia dari larangan ekspor mentah nikel. Indonesia menerima angka transaksi dari 1,1 miliar dolar AS menjadi 30 miliar dolar AS.
Tidak hanya itu, Jokowi juga meminta dukungan yang konkret dari sektor industri jasa keuangan untuk program hilirisasi, seperti pendanaan untuk pembangunan instalasi pengolahan dan pemurnian (smelter) bahan mentah.
“Tadi sudah disampaikan Ketua DK OJK (Mahendra Siregar) mengenai hilirisasi akan diberikan dukungan. Saya minta betul-betul yang konkret, karena masih saya dengar yang mau bikin smelter saja kesulitan cari pendanaan,” bebernya.
Jokowi sebelumnya sudah menyetop ekspor bahan mentah nikel pada Januari 2020. Kemudian, dia juga berencana akan melakukan pelarangan ekspor bahan mentah bauksit pada Juni 2023. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun akan terus melakukan hilirisasi komoditas tambang untuk menghasilkan nilai tambah.
Untuk diketahui, Kepala Negara mengungkapkan, keputusan untuk penghentian ekspor tembaga mentah didasari oleh progres pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah mencapai lebih dari 50 persen.
“Saya cek kemarin, smelternya Freeport dan smelter yang ada di NTB sudah lebih dari 50 persen jadi. Freeport itu sudah 51 persen jadi. Jadi, berani kita setop,” ujarnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin